Affair Antar Penulis

26/03/2009

Jum’at kali ini adalah hari yang paling melelahkan setelah deadline demi deadline, meeting demi meeting dan ditutup dengan klien yang ‘sulit’, ditambah lagi dengan undangan pesta berakhir pekan yang tidak bisa aku penuhi, karena harus tinggal dikantor sampai tengah malam. Komplit sudah akhir minggu yang menyebalkan. Apalagi kalau membayangkan kawan-kawan yang berpesta, tambah menyesakkan dada, pesta yang pasti wow! Boosters, music and girls, kombinasi kenikmatan duniawi yang selalu jalan beriring sejak jaman Mesir kuno. Mau bilang apa? Tanggung jawab kerja memang harus selalu nomor satu di atas segalanya.

Sementara menungu rekan-rekan desainer menyelesaikan pekerjaannya, kulanjutkan membaca karya klasiknya Frederick Forsyth “The Negotiator” yang baru kubaca beberapa halaman. Kenikmatan membacaku terusik dengan bunyi HP.. hmm pasti kawan-kawan di pesta, hanya tertera nomor di layar HP, tanpa nama, dengan rasa enggan kutekan tombol ‘yes’.
“Halo..”, sapaku, hening tidak ada jawaban.
“Halo..”, sapaku lagi.
“Selamat malam. Nngg.. Ini dengan Dio?”, baru terdengar suara dari seberang sana, suara wanita!
“Ya, dengan siapa ini?”
“Mm.. Cleo”
“Cleo? Yang bener. Kok nomornya nomor Jakarta. Kamu ada di Jakarta?”, aku surprise!
“Iya, pa kabar?”
“Baik. Pa kabar juga? Kok ga cerita-cerita sih kalo akan ke Jakarta?”, aku masih belum percaya itu suara Cleo.
“Hehe.. mau bikin surprise”, jawabnya singkat.
“Ohh.. gitu ya. Terus sampai kapan? Ketemu dong..”
“Sampai hari ini. Besok pulang”.
“Lho kok cepet. Ketemu dong, Cleo..”.
Sesaat kembali hening, sepertinya Cleo bingung menjawab permintaanku.
“Halo.. masih di situ? Ayo dong, pleasee..”, pintaku lagi dengan memelas.
“Ok then. Temui aku besok malam di cafe di bawah ya”, jawabnya sambil menyebutkan nama hotel tempatnya menginap dan cafe yg dimaksudnya.
“Ok, sampai ketemu besok”, aku memastikan, lega mendengar jawabannya.
“Yes!”, gumamku senang setelah menekan tombol ‘off’.

Pertama kali aku melihat namanya di 17thn, dia, Cleo, 28, seorang senior marketing executive dari negeri ‘Singa’. Sebagai penggemar situs itu banyak sudah cerita yang kubaca, tapi cerita Cleo sangat berbeda. Cerita-ceritanya seakan merefleksikan pribadinya dengan lugas, blak-blakan dan ‘wild’. Timbul pertanyaan dalam diriku, apakah yang diceritakannya itu ‘true story’ atau hanya kreatifitas sebagai luapan dari ‘sexual drive’ yang tinggi? Sudah tentu aku langsung melayangkan email, memperkenalkan diriku sekaligus menanyakan hal tersebut. Tidak disangka emailku dibalasnya, tapi Cleo tidak pernah menjawab pertanyaanku, akupun tidak pernah bertanya lagi, mungkin ia enggan menjelaskannya. Sejak itu kami sering berkomunikasi lewat email, Semakin lama aku dan Cleo semakin akrab, sampai-sampai kehidupan ‘tempat tidur’ pun kami ungkapkan. Suatu kali Cleo menyarankan agar aku juga menulis cerita berdasarkan pengalaman-pengalamankuku.

Enggan juga pada awalnya, tapi Cleo selalu memberikan dorongan untuk mencoba, akhirnya, di sela-sela kesibukan kucoba juga menulis dan Cleo menjadi ‘mentor’ku, hingga terbitlah ‘karya’ pertamaku di 17thn berjudul ‘Bandung Lautan Birahi’ yang mendapat tanggapan positif dari para pembaca karena ‘karya’ku mendapat rate tiga setengah bintang. Lumayan bagi pemula sepertiku, komentar Cleo di-emailnya. Terima kasih Cleo dan terima kasih juga kepada pembaca yang telah memberikan nilai.

Esoknya, pukul 7 malam, aku sampai di hotel tempatnya menginap. Kutelepon dia untuk memberitahu kedatanganku.
“Hello..”, suara halus Cleo menyapa.
“Cleo.., aku sudah di bawah.”
“Aku tunggu, ya”, sambungku lagi.
Beberapa menit menunggu di sudut kafe, kulihat sosok wanita tinggi semampai mengenakan rok sportif putih sedikit di atas lutut dan atasan berwarna putih.., ketat, kelihatan mencari-cari. Cleo!, akupun berdiri dan melambaikan tangan ke arahnya. Cleo membalas dengan lambaian kecil dan menuju ke arahku. Walaupun aku sudah pernah melihat fotonya namun tak urung aku tercekat juga melihat diri aslinya! Putih, tinggi 170 dengan atasan yang ketat seakan tidak mampu menahan tonjolan dadanya! ditambah dengan rambut pendek ‘wet look’ kemerahan membuat penampilannya jauh lebih sexy daripada fotonya.

“Hai.. Cleo..”, Ia mengulurkan tangan dengan senyum paling manis yang pernah kulihat.
“Dio..”, balasku sambil menyambut uluran tangannya.
Kutarik kursi supaya ia bisa duduk dengan mudah.
“Terima kasih..”, ujarnya sambil menatapku.
Agak sedikit ‘grogi’ juga dengan tatapannya, hanya sesaat. Setelah itu dengan lancar kami berbicang-bincang. Mungkin karena pekerjaan kami yang walaupun berbeda namun sebenarnya masih ‘satu jalur’ sehingga membuatku mudah berkomunikasi dengannya. Suasana kemudian mengalir dengan lancar, tidak lagi kaku.

Setelah memesan makanan penutup, aku mulai mengarahkan perbincangan ke cerita kami di 17thn.
“Jadi.., cerita-cerita kamu itu terjadi beneran atau sekedar fantasi kamu saja?”, pertanyaan yang tidak pernah dijawabnya dalam email akhirnya kutanyakan langsung.
“Mm.. ada deh..”.
“Kok ada deh.. rahasia segala sama aku”.
“Mm.. memangnya kenapa?”.
Dengan agak hati-hati, aku bertanya, “Beneran udah pernah ngerasain dildo?”.
“Hahahahaha..” tawanya terlepas.
“Uppss.. sorry, aku nggak ber maksud ngetawain pertanyaan kamu, lho..”, sambungnya.
“Jadi?”, terus kukejar untuk mendapatkan jawabannya.
“Mm..”, dia bermain ‘hard to get’ hingga benar-benar membuatku panasaran.
“Tuh kan, sengaja ya, ngulur-ngulur?”.
“Iya..”, sahutnya sambil menahan tawa, uuhh.. wajahnya membuatku semakin gemas.
“Jadi?”, tanyaku ingin lebih memastikan.

Ia mengangguk sambil menikmati es krim dengan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Kok ngangguk aja?”, semakin gemas aku melihat mimiknya yang menggoda.
“Udah”, akhirnya! Terjawab sudah tanda tanya yang selama ini menggantung di kepalaku.
“Wow!.. rasanya sama nggak dengan yang asli?”, tanyaku.
“Hampir.. tapi enakan yg asli dong”.
“Enaknya?”.
“Enaknya.. kalo yang asli bisa terasa banget pas membesar, siap-siap meluapkan isi”, jawabnya sambil melirik, mungkin ingin tahu reaksiku.
“Juga.. bisa bikin kelojotan si empunya karena dihisap-hisap punyaku”, tambahnya dengan sikap wajar.
Gila! Cool banget, aku sendiri sudah gelisah dengan pembicaraan yang mulai mengarah ke erotis.

Dengan hati-hati kudekatkan tubuhku seraya mengelus halus lengannya.
“Punyaku juga bakalan seneng banget kalo dihisap-hisap”, ujarku setengah berbisik.
“Juga..”, lanjutnya mengabaikan ucapanku sambil mengangkat sendok yg berisi penuh es krim ke mulutnya.
“Enaknya.. aku bisa merasakan cairan kenikmatan si empunya”, ujarnya sambil menjilat es krim dari sendok secara perlahan-lahan.
Wow! Gerakan lidahnya saat menjilat es krim membuatku meradang.

“Kalo dildo, mana punya cairan yang sangat kunikmati itu”, sambungnya lagi.
Aku benar-benar menelan ludah melihat semua itu, kuangkat gelas rum cola-ku meminum isinya untuk menenangkan diri.
“Kamu sendiri, udah pernah lihat atau pakai dildo?”, tanyanya.
“Belum.. eh ngga.. untuk apa?”, terkejut dengan pertanyaannya, membuatku terbata-bata.
“Siapa tahu.. hehe..”, kerlingnya nakal.
“Wah nggak deh. Aku masih normal kok”.
“Ohh..”
“Mau lihat?”, sambungnya lagi.
“Mau lihat? Kamu bawa?”, sahutku lebih terkejut lagi.
“Yah, namanya jalan sendirian. Sibuk terus, nggak ada waktu, ya self service lah”, jawabnya ringan.

Betul, seperti dugaanku ia memang seorang yang blak-blakan.
“Di kamar?”, tanyaku masih tidak percaya akan ajakannya.
“Ya, iya lah. Masak di rumah.. mau lihat nggak?”, tanyanya lagi melihat kebingunganku.
“Mau dong..!”, jawabku pasti, setelah yakin ajakan itu bukan basa-basi.
“Ke kamarku yuk..”, ajaknya kemudian.

Setelah menyelesaikan pembayaran, kami menuju ke kamarnya. Kekecewaanku karena tidak bisa memenuhi undangan ‘wild party’ kawan-kawanku seketika terobati. Sudah terbayang apa yang akan terjadi di kamarnya, membuat birahiku perlahan merayap ke bagian sensitifku, menegang! Di lift, kami tidak hanya berdua, kugunakan kesempatan itu untuk berdiri sangat dekat ke tubuhnya seraya memeluk pinggangnya. Cleo menggeser lebih mendekat, kupeluk ia lebih erat. Begitu dekatnya hingga dapat kucium parfum yang digunakan di belakang telingannya, membuat birahiku semakin menggelegak lagi. Sampai di pintu kamar aku sudah tak tahan, sementara Cleo berusaha membuka pintu, kupeluk dia dari belakang dan kucium tengkuknya.

Sampai di dalam, kukecup bibirnya dengan penuh perasaan. Cleo memejamkan matanya menikmati kecupanku. Tiba-tiba Cleo mendorong tubuhku.
“Katanya mau lihat dildo”, ujarnya sambil mengajakku berjalan ke sofa.
“Nanti aja, yang ini lebih asyik”, sambil kuraih mukanya dengan kedua tanganku dan kembali kecupan-kecupanku mengalir!.
“Nakal ya..”, ucapnya.
“Aku buka ya kemejanya”, lanjutnya membuatku terkejut, tapi kuturuti saja apa maunya.
Kulepas genggaman di mukanya, Cleo dengan leluasa membuka kemejaku. Kutatap ia dengan kebingungan, permainan seperti apa yang akan dilakukannya? Gumamku dalam hati.
“Tunggu sebentar ya..”, ujarnya sambil memberiku sun jauh dan menuju ke kamar mandi.

Cleo keluar dengan mengenakan kemejaku yang terlihat kebesaran di badannya, tiga kancing atas dilepas membuat belahan buah dadanya mengintip serta puting yang membayang! Pemandangan yang mencekat tenggorokan! Aku masih bersandar di sofa menanti dengan sabar dan penasaran. Cleo menjauhkan meja di depanku dan menarik kursi kerja kemudian diletakkan di depanku, kira-kira dua kali jangkauan tanganku. Apa yang sedang dilakukannya?, pikirku sambil terus memandangnya dengan tanda tanya yang besar.

“Mau lihat aku dance di depanmu?”, tanyanya.
“Great.. mau dong”, ujarku dengan antusias, terbayang sudah apa yang akan terjadi.
“Duduk aja di situ ya. Boleh nonton tapi nggak boleh pegang”, kerlingnya nakal.
“Yaa.. kok nggak boleh”, protesku.
“Yah, mau lihat nggak?”, nadanya sedikit mengancam.

Sedikit kecewa, tapi aku mengangguk saja. Dikeluarkannya lempengan CD dari dalam tas, dipasang di laptopnya, mengalunlah musik. Kompilasi Cafe del Mar! Favoritku, Cleo sepertinya telah mempersiapkan semua ini.
Ia melangkah ke arah kursi dan duduk di depanku. Hentakan-hentakan musik mulai membahana. Digoyangnya badannya mengikuti irama, sambil menatapku tajam. Tangannya mulai bergerak. Berawal dari mulut, dibasahinya bibirnya dengan jilatan lidah yang erotis. Dimasukannya jari-jari tangannya. Dihisapnya perlahan, melirik nakal ke arahku, dan..
“sshh aahh..” desahnya lirih.
Diturunkannya tangannya ke bawah secara perlahan, menyusuri tubuhnya. Bergerak lambat dan berhenti di bongkahan dadanya. Diremas-remasnya dengan gerakan yang erotik. Tangannya kembali bergerak k ebawah, melewati perut, dan.. terus semakin ke bawah.

Cleo menatapku dengan pandangan sayu.
“Sshh.. oohh..”, mulutnya kembali mendesah, kali ini tidak lirih lagi!
Aku yakin birahi telah menyergap dirinya. Dibukanya kakinya lebih lebar, dijinjitkannya seirama dengan hentakan musik, ujung kemejanya semakin tertarik ke pangkal pahanya. Diangkatnya kaki kanannya, mengarah ke sela-sela celana panjangku hingga menampakkan paha mulusnya. Dengan ujung-ujung jari kaki, diusap-usapnya bongkahan di celanaku perlahan-lahan. Ingin kutahan kakinya agar lebih lama mengusap-usap, tapi keburu ditariknya dengan halus sambil tersenyum manis. Cleo terlihat sangat menguasai permainan ini hingga membuatku ingin menerkamnya! Kemudian dibukanya sisa kancing kemejanya. Satu demi satu, sangat perlahan. Dibiarkan tanpa melepaskan, sebagian dadanya mengintip dari balik kemeja. Aku pun bisa melihat celana dalam miniya dengan lebih jelas. Disandarkannya tubuhnya ke kursi di hadapanku. Kakinya semakin terbuka lebar, pantatnya diletakkannya di ujung kursi. Dikibaskannya ujung kemeja, hingga celana dalamnya lebih terlihat.

Diusap-usap celana dalamnya dengan perlahan, seirama musik yang masih mengalun. Kepalanya tengadah disandarkan ke kursi, seakan ia menikmati usapan-usapannya sendiri. Desahannya bertambah keras. Posisinya membuat dadanya membusung, meskipun putingnya masih tertutup kemeja, membuatku menelan ludah. Kubuka resleting celana, akupun mulai mengusap-usap kejantananku yang sudah membesar. Tatapannya semakin sayu, gerakannya semakin menjadi, bak striptease professional. Kutatap Cleo dengan pandangan membara. Perlahan ia berdiri, dibalikkannya tubuhnya, kemeja diturunkannya hingga di ujung tangan, dibiarkannya meluncur begitu saja. Lepas! Terlihat punggungnya yang putih bersih. Ditundukkannya badannya, tangan kirinya memegang ujung kursi, diarahkannya pantatnya ke mukaku. Sambil tangan kanannya mengusap-usap perlahan. Disini aku sudah tidak tahan lagi hingga kugigit kecil bongkahan pantatnya.

“Oughh..”, pekiknya terkejut.
“Eh.. kan nggak boleh nyentuh”, ujarnya protes.
“Tega banget sih, Cleo”, suaraku memelas, kembali senyum nakal terukir di bibirnya.
Digeserkannya kursinya menjauh. Dihempaskannya pantatnya ke pangkuanku. Kubuka kakiku lebih lebar. Digoyangkannya pantatnya berputar-putar menggesek-gesek kemaluanku yang telah mengeras seperti batu. Cleo semakin terhanyut dengan gerakan-gerakannya yang mungkin hanya Inul yang mampu melakukannya.

Akupun tak lagi sanggup menahan desahanku.
“Ssff.. uuhh..”, desahku tertahan.
Aku tak tahan ingin segera menyentuh kewanitaannya, aku memintanya dengan penuh harap dan.., Cleo mengijinkan permintaanku. Jari-jariku menjamah kewanitaannya yang sudah basah dan menggesek-gesek klitorisnya dari balik celana dalamnya. Cleo menggelinjang. Gerakannya semakin bertambah, membuat gesekanku semakin cepat. Tanganku yang lain meremas-remas buah dadanya yang kenyal. Nafasku memburu penuh birahi. Cleo rupanya sudah tahan lagi. Dibalikkannya badannya. Terbawa gairahnya yang membara, dijilatnya mukaku dengan tak beraturan. Dikecupnya, dijilatnya. Akupun turut larut terbawa nafsunya.
“Lick me.., lick me..”, pintaku di tengah-tengah jilatannya.
Dijilatnya telingaku, digigitnya perlahan kemudian dihisapnya keras-keras. Dijilat-jilatnya bibirku tanpa mencium. Lidahnya bergerak-gerak jalang dengan birahi semakin memuncak. Aku memintanya untuk menjilat lebih ke bawah, lidahnya mulai turun menjilat leherku dengan penuh nafsu. Semakin turun, dadaku menjadi bulan-bulanan lidahnya yang semakin liar. Gigitan kecilnya di puting susuku membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.
“Ssff.., Cleoo.., aaugghh.., more.., moree..”

Perutku tak lepas dari jilatannya dan semakin kebawah. Celanaku dibukanya dengan tergesa-gesa seolah ingin segera mendapatkan isinya! Begitu celana dalamku dibukanya, keluarlah kejantananku yang sudah membesar. Cleo kembali melanjutkan jilatannya, tidak langsung ke batangku. Dijilatnya dengan halus bawah perutku. Diangkatnya batang kejantananku dan ditempelkannya ke perutnya. Dijilatnya buah kenikmatanku. Dikulumnya halus, dibiarkannya di dalam mulut tanpa dihisap.
“Aaghh..”, akupun memekik karena nikmatnya.
Dibukanya kakiku lebih lebar dan kembali menjilat buah kenikmatanku. Aku mendesah sambil terus mengelus-elus rambutnya.
“Want me to lick your dick?”, tanya Cleo menggoda.
“Pleassee..”, hanya itu yang mampu kukatakan.
Batang kejantananku dijilatinya lembut centi demi centi. Aku kembali memekik merasakan kehangatan lidahnya. Seluruh kejantananku habis dijilatinya dan semakin lama jilatannya berubah menjadi jilatan rakus. Dan akhirnya.., semua batang kenikmatanku ditelan dalam-dalam ke mulutnya.
“Aauugghh..”, aku memekik keras merasakan sensasi mulutnya.
Dihisapnya kejantananku dalam-dalam, keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk.
“Suck it.., suck it..”, pintaku dengan birahi yang semakin menggelegak.
Permintaanku rupanya membuat Cleo semakin garang hingga dia menghisap sekeras-kerasnya dan dengan rakusnya.
“Goodd..”, aku semakin terhempas ke dalam kenikmatan.

Kupegang kepalanya. Cleo mengerti, dibiarkannya aku mengatur kecepatan keluar masuk batangku di mulutnya. Kutekan-tekan kepalanya. Semakin lama semakin dalam masuk hingga menyentuh dinding belakang mulutnya. Membuatku semakin menggila.
“Ssff.. STOPPPPP..! I’m going to cum in your mouth!”.
“Pleasee, pleasee, pleasee..”, Cleo merengek ingin terus menghisap.
“Allrightt.. another minute”, kupenuhi keinginannya.
“Pleassee..”, rengeknya lagi.
“You want it.., here..! I fuck your mouth..”, ucapku brutal.
Aku semakin mempercepat tekanan tanganku di kepalanya. Cleo tidak tinggal diam, lidahnya ikut bergerak-gerak dengan binal di batangku. Oouughh.. nikmatnya. Semakin lama semakin basah mulutnya, ludahnya berjatuhan keluar dari mulutnya. Gerakan tanganku di rambutnya juga semakin tidak beraturan.

“Fuck..fuck..fuckk..you really really a BAD GIRL..BITCH..COCK EATER!” pekikku semakin brutal
Cleo tambah menggila mendengar pekikanku, hisapannya semakin menjadi-jadi. Sesaat kemudian, kuhentikan permainan oral paling nikmat yang pernah kurasakan. Cleo benar-benar liar! Kubawa ia ke tempat tidur. Kurebahkan badanku, dan meminta Cleo berlutut di atas mukaku. Celana dalam mininya masih belum terlepas. Kuselipkan jariku dari samping celana dalamnya. Kuusap-usap kewanitaanya dengan lembut. Pinggulnya bergoyang-goyang—mengikuti usapan2ku dikemaluannya—sambil meremas-remas dadanya sendiri. Cleo sudah dicengkram birahinya. Kumasukan jariku kelubang kenikmatannya yang semakin basah. Kugerak-gerakkan jariku dengan ibu jari menggesek-gesek klitorisnya. Tubuhnya bergoyang-goyang keras hingga akhirnya lemas. Rubuh disampingku.

“Pleasee lick it, Dio.. Dio..”, Cleo menghiba dengan masih tergeletak di sampingku.
Aku bangkit dan menarik penutup terakhir di tubuhnya hingga menampakkan gundukan kewanitaannya yang diselimuti bulu-bulu yang terawat rapi. Sangat menggairahkan! Cleo membuka pahanya hingga seluruh kewanitaannya yang kemerahan segera saja kuterkam.
“Ooughh..”, jeritnya nikmat ketika lidahku menjilat-jilat lubangnya.
Kubuka lubangnya dengan jariku. Kumasukkan lidahku, menjilatnya dengan rakus. Mulutkupun bergerak liar menghisap dan mengigit-gigit kewanitaannya.
“Aaccchh..”, badannya bergetar tak tertahankan karena merasakan kenikmatan mulutku.

Aku sangat menikmati vaginanya, bahkan hidungku pun kumasukkan. Cleo terkejut sesaat, tapi kemudian malah menekan-nekan kepalaku. Permainan yang sangat liar. Aku memintanya menekan-nekan terus. Bagai kesetanan, aku kembali menjilat-jilat kewanitaannya dengan jalang. Kurasakan Cleo semakin tak tahan dengan kenikmatan itu. Semakin garang aku menyantap daging lembut di sela pahanya, semakin membawanya ke titik puncak. Kurasakan hentakan-hentakan pinggulnya yang semakin keras, semakin liar hingga akhirnya..
“Dioo.., akuu.., keluaarr.., aagghh..”, Cleo menggelinjang hebat.
Menghentak-hentak, menjambak rambutku, menekan kepalaku agar tidak terlepas dari segitiga venusnya. Hingga akhirnya ia terhempas lemas. Dari sela-sela pahanya, kupandang Cleo tanpa berkedip. Iapun memberikan senyuman. Senyumannya yang paling manis.

Kami masih sama-sama berbaring di tempat tidur. Saling berpelukan dan kepalanya disandarkan di dadaku. Beberapa saat kemudian Cleo bangun perlahan. Diambilnya dildo dan oil dari tas.
“Nih dia.., coba deh.., elus-elus hehehe..”, disodorkannya dildo itu ke arahku.
“Itu untuk apa?”, tanyaku sambil melihat oil.
“Supaya melicinkan jalan..”, kerlingnya nakal.
Cleo merebahkan diri lagi di sampingku.
“Gimana?”, tanyanya ingin tahu.
Aku tersenyum, sambil terus memperhatikan dildo tersebut dengan teliti.
“Kamu nakal juga ya di tempat tidur”, ujarnya kemudian.
“Tapi suka kan..”, balasku sambil meletakan dildo dan oil di kasur.
“Bad boy sihh..”
“Kan bad boy nggak bakal jadi kalo nggak ada bad girl-nya”, sambil tanganku mengelus-elus dadanya dan memberikan remasan.
“Yee.. dasarnya aja udah bad bad boy”, ujarnya sambil sedikit bangun hingga aku bisa melihat wajahnya.
“Coba bilangnya deketan lagi?”
“Badd boyy..”, didekatkannya wajahnya.
“Lebih dekett..”
“BAADD BOOYY..”, wajahnya semakin mendekat.

Kutarik kepalanya dan kucium bibirnya dengan lembut, penuh perasaan. Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, bermain dengan lidahnya. Sementara tanganku meremas bongkahan pantatnya perlahan. Kurebahkan Cleo kembali ke sisiku. Ciumanku bergeser ke bawah, ke lehernya. Kujilat perlahan. Kembali lagi ke telinganya, lidahku menari-nari di dalam telinganya. Dan menyedot perlahan ujungnya. Elusanku di dadanya berubah menjadi remasan. Ciumanku berlanjut turun ke pundak, ke dadanya. Kujilat putingnya perlahan dan kuhisap keras. Tanganku yang lain mengelus-elus vaginanya yang mulai basah lagi.

“Oouughh..”, desahnya sambil tangannya mengacak-acak rambutku, Cleo kembali memanas.
Jariku semakin lincah bermain di vaginanya. Dibukanya kakinya lebih lebar. Cleo terlihat sangat menikmati hisapan di dadanya dan tusukan jariku yang semakin dalam masuk ke vaginanya. Ia mengerang keras. Aku semakin mempercepat permainan jari-jariku hingga membuat tubuhnya menggelinjang.
“Yess.. give me all..”, erangnya lagi.
Aku sangat menyukai erangannya yang sedang diselimuti birahi.
“Moree.., honey.., more.., yeaach.., shiitt.., I want it.., I want it.., moree Dio pleassee..”, pekiknya ketika jari keduaku juga masuk ke dalam lubang kenikmatannya.
“Aaghh.., I want to fuck you. BAD GIRL!”
“Pleasse pleasse.., fuck me.., fuck me..”

Kubalikkan tubuhnya. Kutarik pinggangnya hingga posisinya menungging. Kujilat vaginanya dari belakang kemudian ke lubang anusnya, kembali lagi ke vagina begitu berulang-ulang. Kemudian, kumasukkan ujung lidahku ke lubang anusnya. “Feelss goodd..”, lagi-lagi Cleo memekik.
Lidahku masih berputar-putar di anusnya, dan dua jariku masuk lagi ke vagina. Erangannya semakin menjadi-jadi. “Ooghh.. moree.. I want your dickk pleassee..”, pintanya memekik.
Kuarahkan batang kejantananku ke vaginanya yang kembali basah. Kumainkan sebentar di mulut kewanitaannya, dan.., bless.., oughh.. nikmat sekali, kurasakan kewanitaannya menjepit kejantananku, kemudian kugoyangkan perlahan. Kuusap pantatnya, kuremas-remas. Kemudian kumasukan ibu jariku ke lubang anusnya. Kupraktekkan apa yang sering kubaca dalam ceritanya di 17thn. Perlahan ibu jariku masuk ke anusnya, sementara genjotan di lubang vaginanya terus berlanjut. Tubuhnya bergoyang mengikuti irama sodokan batangku. Semakin lama semakin keras. Seirama gerakan ibu jariku yang semakin lama semakin dalam menancap di anusnya.
“More, more, moree..”, teriaknya dengan birahi yang semakin tak terkendali.
Nafsuku semakin memuncak mendengar teriakan Cleo. Ibu jariku kucabut, kuoleskan baby oil di lubang anusnya. Kuambil dildo dan kumasukkan dengan perlahan.
“Aagghh.., yess..”, erangnya.
“Yeaa.., you like it? Dildo in your hole?!”, seruku brutal, membuatnya semakin bernafsu.
Kugerakkan dildo di anusnya, sementara dua jariku menggantikan kejantananku yang menyodok-nyodok kewanitaannya.
“Oohh..”, jerit Cleo.
“More.., more.., fuck Mee..”, jerit Cleo.
“YOU BITCH! Feel IT!”, pekikku sambil mengocok lebih keras.
“Fuck your 2 holes.., hardd!”, sambungku lagi sambil menancapkan jari-jariku dan dildo lebih dalam di kedua lubangnya.
“Oohh goshh..”, Cleo mengerang keras tak tertahan mengekspresikan kenikmatannya.
Semakin keras aku menyodok kedua lubangnya, semakin Cleo menikmatinya. Pantatnya semakin ditunggingkan, seakan meminta lebih. Tidak kusia-siakan! Kusodok lebih keras lagi.
“Fuck me.. fuck me all the way u wantt..”, pekiknya merasakan kocokanku yang menggila.

Nafsu birahipun sudah semakin menguasai kami. Kucabut dildo dari anusnya, kuulaskan lagi sedikit oil dan akhirnya kuarahkan kejantananku ke anusnya. Kudorong perlahan, kemudian dengan sekali tekan, seluruh batangku masuk.
“Ooughh.. nikmatt”, jerit Cleo.
Sangat nikmat tak terkirakan kurasakan kejantananku menyusuri lubang anusnya. Ditambah lagi dengan melihat Cleo yang menjadi liar menikmati permainan anal ini. Cleo memainkan vaginanya dengan jari-jarinya sendiri. Jeritan-jeritan kenikmatan Cleo tambah menjadi-jadi, akupun semakin jalang memainkan batang kejantananku.
“Dioo.., agghh.., Dioo..”, Cleo memekik-mekik membuatku semakin ganas menyodok lubangnya.
“Dio.., aku mauu..”, kurasakan getaran birahi yang memuncak.
“Dioo..”
“Tunggu sayangg.., aku jugaa..”, seruku terbata-bata di tengah kenikmatan merasakan lubang anusnya.

Gerakanku bertambah cepat, bertambah liar dan bertambah ganas hingga dua tanganku menahan pinggangnya erat. Dan kutekan sedalam-dalamnya batangku seakan ingin menumpahkan sesuatu yang selama ini tertahankan.
“Dioo.., akkuu..,, ke.., lu.., aarr..”, Cleo tak kuat menahan lebih lama lagi semburan birahinya.
Akupun begitu.
“Aku jugaa.., aaghh..”, jeritku panjang.
Kurasakan cairan kenikmatanku menyembur-nyembur di anusnya. Betapa nikmat tak terkira. Sesaat masih kutahan pinggangnya untuk menuntaskan semburan akhir. Aaah, lemas! Kami sama-sama roboh tergeletak di kasur. Hening menyelimuti kami beberapa saat kemudian. Hingga akhirnya kami tertidur dalam kenikmatan.

Cleo masih tertidur saat aku bangun, kupandangi wajahnya yang menyungging senyum tipis.
“Selamat pagi”, ucapku saat ia membuka mata sambil memberikan kecupan.
“Pagi..”, jawabnya sambil mengusap-usap wajah.
“Enak tidurnya?”, tanyaku sambil menarik tubuhnya ke dalam pelukanku.
“Iyah.., haauw..”, sambil menguap kecil.
“Kamu?”
“Enak dong, sayang. Apalagi abis main sama kamu”, kecupan-kecupan kecilku mendarat lembut di wajahnya.
“Iihh.., udah dong. Malu ah.., bau nih. Mandi yuk”, Pelukannya terlepas cepat.
“Yuk..”, jawabku.
“Huu.., cepet deh kalo diajak mandi”, sambungnya manja.

Kami masih bercengkerama beberapa saat sambil menikmati sarapan, sebelum akhirnya beranjak menuju kamar mandi. Tak perlu lagi membuka baju. Kami tertidur dengan masih bertelanjang semalam. Aku masuk ke dalam shower terlebih dahulu. Setelah suhu air pas, kuulurkan tangan mengajaknya bergabung. Air hangat mengguyur tubuh kami. Di bawah kucuran air, tak henti-henti kucium bibirnya. Tanganku pun berkeliaran di tubuhnya. Aku ingin sekali ‘main’ sambil mandi, sengaja kuusap agak lama dadanya saat menyabuninya, perutnya dan kewanitaannya. Setelah itu ganti Cleo yang menyabuni tubuhku. Perlahan di setiap centi tubuhku. Hingga akhirnya sampai di penis yang sudah mulai membesar, Cleo berlama-lama. Mengusapnya halus, perlahan hingga membuat kejantananku semakin membesar.
“You naughty girl”, bisikku sambil meremas-remas buah dadanya.
“Suka sayang?”, tanyanya berbisik.
Bukannya menjawab, malah kulumat bibirnya sambil mendorong tubuhnya perlahan ke tembok. Badan kami masih penuh dengan sabun sehingga gerakan kami semakin licin. Kuremas buah dadanya lebih kencang, sementara kejantananku yang sudah kembali tegang kuselipkan di antara pahanya. Tapi kelihatannya Cleo tidak berminat untuk melakukannya di kamar mandi.
“Enakan main di kamar.., sayang.., ya..?”, ucapnya setelah berhasil lepas dari lumatan bibirku, sambil mengusap-usap halus batangku.
Aku agak kecewa karena sudah membayangkan keliaran Cleo ‘bermain’ di bawah siraman shower. Walaupun kecewa tapi kuikuti keinginannya, sambil membersihkan busa sabun dari badan sambil tetap ‘usaha’ dengan menyentuh bagian-bagian sensitif tubuhnya. Gagal juga!

Setelah mengeringkan badan, Cleo mengajakku duduk di tempat tidur. Ia berdiri di hadapanku, memperhatikan bagian bawahku yang masih sedikit tegang. Cleo berlutut di hadapan kejantananku dan mengelus-elus halus.
“Bangun lagi, sayang..”, ucapnya seakan berbicara dengan penisku.
Dari elusan halus, dipegangnya batangku. Dijilatnya perlahan. Tidak terburu-buru seperti kemarin. Dimasukannya perlahan ke mulutnya. Dikulumnya halus sambil mengelus perlahan kedua buah zakarku. Kemudian batangku di kocok-kocok perlahan.
“Aagghh.., enak sayang..”, aku merintih keenakan.
Cleo meneruskan hisapan yang begitu dinikmatinya. Membuat kejantananku membesar dan menegang. Puas dengan hisapannya, perlahan Cleo berdiri, mengajakku duduk di tempat tidur sambil bersandar di tembok. Ia duduk di pangkuanku berhadapan. Mulutnya meneruskan aktifitas di mulutku. Lidahnya menari-nari di dalamnya, menggapai-gapai lidahku yang tak kalah ikut berkeliaran nakal. Lengannya melingkar di leherku. Sementara tanganku mulai menelusuri tubuhnya yang sintal, diikuti oleh desahan-desahan hangatnya. Kuremas-remas bongkahan pantatnya dengan penuh gairah. Kuangkat tubuhnya perlahan, dan kejantananku perlahan kembali memasuki kewanitaannya.

“Aagghh..”, bersamaan kami mengerang kenikmatan.
Hanya sesaat karena kemudian kami lanjutkan dengan ciuman penuh gairah yang sempat terputus. Birahi Cleo kembali terbangun. Diputar-putarnya pinggangnya, tanpa melepas ciuman kami. Semakin lama badannya menegang, dipeluknya aku erat-erat. Badannya terhempas ke belakang karena terhentak oleh birahi yang mulai menguasainya. Dengan sigap kutahan tubuhnya.
“Dioo.., agghh..”
Kubantu gerakannya dengan menekan pinggangnya ke arahku. Cleo mendekatkan lagi tubuhnya, diatur kembali gerakannya. Naik.., turun.., naik.., turun..
“Dioo.., enak banget sayangg..”, racaunya saat aku menjilat-jilat di pundak, di bahu dan di buah dadanya.
Gerakan tanganku di pantatnya pun mulai meliar. Terkadang jariku bermain di lubang anusnya. Kumasukkan sedikit demi sedikit. Semakin dalam Cleo menekan batangku, semakin dalam jariku masuk ke anusnya.

Kemudian kuangkat kembali badannya. Kuarahkan kejantananku ke lubang anusnya dan.., kurasakan kembali kenikmatan lubang anus Cleo.
“Aagghh..”, lagi-lagi kami berbarengan mengerang.
“Feelss fucking greatt..”, Cleo mulai meracau, birahi kembali menguasainya.
“Fucckk.., it’s so greatt..”, aku pun juga terbawa racauannya.
“Youur dick is so greatt.., honeyy..”
“Aagghh.. your ass so tightt..”
Cleo semakin dalam mendorong pantatnya. Semakin cepat, semakin keras.
“Nikmaatt.., Cleo.., nikmatt..”, eranganku rupanya menambah gairahnya.
Semakin menggebu-gebu Cleo menekan-nekan pantatnya. Jilatan-jilatan liarpun menerpa wajahku. Hunjaman kejantananku semakin menggedor-gedor anusnya hingga membuat Cleo kembali menggapai puncak klimaks.
“Dioo.., aghh.., nikmatt”, iapun terhempas ke belakang.
Lagi lagi aku harus menahan beban tubuhnya. Cleo mengeluarkan kejantananku dari dalam lubang anusnya. Iapun lunglai di pelukanku.
“Makasih Dio..”, bisiknya.
Tanganku mengelus-elus punggungnya perlahan untuk memberikan kesempatan kepadanya beristirahat, menikmati kepuasan yang baru saja diraihnya. Kejantananku masih tegang. Cleo bangkit ke kamar mandi dan kembali dengan handuk basah hangat, dibersihkannya batang kenikmatanku dengan lembut. Cleo memintaku berbaring miring dengan satu kaki terbuka dan perlahan mulai menghisap kejantananku yang masih menegang sambil dikocok-kocoknya. Hisapan, jilatan, kocokan dan jari tangan yang mengelus halus anusku memberikan sensasi seksual yang luar biasa.
“Can I.., put there honey”, bisiknya.
Cleo ingin memasukan jarinya ke anusku! Memainkan anus wanita pasanganku adalah bagian yang aku sukai, tapi anusku sendiri dimainkan belum pernah! Bingung, antara kuatir, ingin tahu dan tidak ingin mengecewakannya.
“You want it, honey..? Put then..!”, aku seperti tidak percaya dengan ucapanku.
Segera saja cleo meraih baby oil dari meja kecil di samping tempat tidur. Diusapkannya di lubang anusku, juga jari telunjuknya. Perlahan diputarinya mulut lubang anusku hingga menimbulkan rasa geli yang nikmat, hal yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
“Do it! NAUGHTY GIRL”, aku tak tahan ingin merasakan lebih dari sekedar dielus-elus.

Cleo memasukan jarinya sebatas kuku, digerak-gerakannya perlahan di dalam. Dimasukannya lagi lebih dalam, hingga setengah jarinya, digerak-gerakannya lagi.
“Aaghh..”, aku mengerang.
Aku merasakan sensasi seksual yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Cleo semakin antusias memainkan jarinya. Dimasukannya lagi lebih dalam, hingga jarinya masuk seluruhnya. Oohh.. nikmattnya. Semakin digerakkan semakin aku menjadi beringas, jarinya mulai mengocok-ngocok keluar masuk.
“Yeaachh.., yeaach..! More.., moree.., suck my dickkk..!”, aku meracau.
Jari kanannya sibuk dengan anus sementara mulutnya kembali sibuk menghisap-hisap kejantananku. Jarinya semakin cepat keluar masuk dan mulutnya semakin beringas membasahi penisku. Aku dan Cleo semakin menikmati permainan ini. Birahi yang memuncak membuatku ingin mencoba lebih dari sekedar jari.
“Cleo.., dildo.., cleo.., put it into my ass!”, pekikku meminta.

Diraihnya dildo, diolesinya oil. Diarahkannya dildo itu ke lubang anusku. Diputar-putarnya perlahan, disapunya oil di mulut anusku kemudian didorongnya. Sebagian kepala dildo masuk ke anusku yang masih perawan. Cleo mendorong lebih keras lagi hingga seluruh kepala dildo masuk ke lubang anusku, terasa sedikit sakit, tapi tidak memadamkan keinginanku untuk meneruskan permainan ini. Cleo memahami, didiamkannya kepala dildo agar lubang anusku terbiasa, ia pun melanjutkan menghisap-hisap kejantananku. Hisapannya membuatku lupa dengan rasa sakit di anus. Birahiku menggelegak. Saat itu tidak disia-siakan Cleo, ia kembali menekan dildo lebih dalam ke lubang anusku.
“Auughh..!”, aku memekik.
Merasakan dildo di dalam anusku, sulit dilukiskan sensasinya, aneh, perih, nikmat semua menjadi satu. Digerakannya dildo perlahan, keluar masuk, perlahan. Aku benar-benar menikmati, dipercepatnya gerakannya. Keluar masuk.., keluar masuk.., ougghh.., nikmatnya. Hilang sudah rasa sakit dan perihku.
“Aagghh..”, aku kian mengerang.
“Fuck mee..! FUCK MEE..!”, racauku.
Cleo semakin mempercepat lagi kocokannya. Semakin dalam, semakin cepat.
“Oohh..! You’re so FUCKING.. BAADD..!”

Erangan-eranganku semakin membuat Cleo tak terkendali.
“Fuckk.., fuck you hardd.., ouugghh..”, aku pun ikut terbawa birahinya.
“Cleo.., cleo..”, kubuka kaki semakin lebar.
“EAT MY DICKK..!”, aku mengambil alih dildo dari tangannya.
Erangan-eranganku semakin menjadi-jadi. Diraihnya batangku, dihisapnya sambil dikocok-kocok. Tak beraturan, ludahnya membasahi penisku hingga menimbulkan bunyi kecipak seirama dengan semakin tak terkendalikannya birahi kami.
“Aaghh..”, aku mengerang panjang saat Cleo menghisap keras.
Sementara tanganku masih sibuk dengan dildo di anus. Entah apa yang merasukiku, yang pasti birahi begitu menyelimuti kami. Hisapannya semakin keras dan liar.
“Cleoo.. i wanna cum inside you..”, aku bangun mendadak, membuang dildo dan menerkam tubuhnya, kubaringkan dan kuangkat kakinya ke pundakku.
Sambil berlutut, kuarahkan batang kejantananku yang sudah membatu ke lubang kenikmatannya.
“I wanna fuck you.., fuck you..”, kudorong keras batangku dan.., bleess.., bless..
“Aagghh..”, kepalanya terangkat sesaat merasakan kejantananku menembus keras lorong kenikmatannya.
Aku menjadi sangat liar. Gerakanku sangat garang, menghentak-hentak. Liar.., kerass.., kencang.

Sodokanku membuatnya berguncang-guncang seirama tekananku ke tubuhnya. Kepalanya bergoyang-goyang tak terkendalikan. Kejantananku menekan keras, dalam dan mengoyak-ngoyak isi kewanitaannya.
“Aaghh.., Dioo.., aghh..”, Cleo meremas-remas dadanya dengan keras, membuatku semakin bernafsu.
“Cleoo.., I wanna cumm..”, gerakanku semakin liar.
“Oughh.., Dioo.., fuck me.., fuck me hardd.., cum in cum..”, Cleo mengerang-erang.
Tubuhnya pun ikut bergoyang, didorong keatas pinggulnya seakan ingin melumat seluruh batang kenikmatanku dan..,
“Dioo.., cumm.., Dioo..”, tubuhnya mengejang.
“Cleoo.., shhiitt.., i’m cumminngg.. too..”, kusodok dia dengan keras, kutekan dan kutumpahkan cairan kenikmatanku yang menyemprot-nyemprot lorong kewanitaannya.
Aku terjatuh lunglai di atas tubuhnya dengan kejantananku yang masih menancap di dalam kewanitaannya. Aku mendesah panjang, tubuh kami berbalur keringat. Akhirnya kucabut penisku perlahan dan bergeser ke sampingnya. Kutarik tubuhnya ke dalam pelukanku, kukecup mesra dahinya.
“Cleo.., cleo.., you are so great.., thanks honey, I wish you enjoy it like I do”
“Makasih, Dio.., that was the best one i ever had”, bisiknya puas.

*****

Pada hari Senin pagi, kawan-kawan bercerita dengan antusias mengenai pesta weekend mereka yang ‘wild’. Namun aku yakin mereka tidak merasakan weekend tersebut seindah dan senikmat weekend-ku. Thanks Cleo.

Mahasiswa Ibuku yang Sexy

15/03/2009

Ibuku adalah seorang dosen komputer di sebuah perguruan tinggi di Indonesia. Ia memiliki banyak mahasiswa maupun mahasiswi dan karena kepiawaian Ibuku dalam mengajar, banyak mahasiswanya yang datang ke rumahku unuk meminta diajar secara privat. Kisah ini adalah nyata yang terjadi ketika Ibuku sedang tidak di rumah. Namaku adalah Joe. Saat itu aku sedang dalam masa pengangguran karenanya aku hanya tinggal di rumah sehingga membuatku sangat bosan karena kegiatanku sepanjang hari hanya menonton VCD dan bermain komputer saja.
Tetapi kebosananku berakhir ketika salah seorang mahasiswi Ibuku datang kerumah. Ingrid namanya, dia kuliah di Universitas **** ***** (edited). Karena Ibuku kebetulan sedang ada urusan, maka Ingrid menunggunya datang dikarenakan ada urusan yang sangat penting dengan Ibuku. Karena aku tidak ada pekerjaan dan aku sangat bosan dengan kegiatanku, maka aku menemaninya menunggu Ibuku. Tetapi, aku sengaja tidak memberitahukan kepadanya bahwa Ibuku sedang pergi ke luar kota bersama Bapakku selama beberapa hari. Jika kuperhatikan dengan seksama, Ingrid sama sekali tidak jelek. Bagiku dia bahkan menarik sekali, dengan proporsi badan yang bagus dan seksi dan dikombinasikan dengan rambutnya yang panjang tergerai dan hitam. Sekilas wajahnya mirip dengan Maudy Kusnaedi dan karenanya aku tidak bosan-bosannya menatap Ingrid sambil terus mengajaknya bercakap-cakap sambil menawarkannya minum segelas air jeruk.
Sampai suatu ketika, dia minta ijin untuk pergi ke WC dan aku menunjukkannya lokasi WC yang berada di belakang kamar orang tuaku. Di saat dia pergi kesana, aku memasukkan pil perangsang yang kubeli sewaktu aku masih berkuliah di luar negeri dulu. Pil perangsang itu larut dengan air jeruk tetapi tidak memberikan perubahan pada warna maupun rasa air jeruk itu sendiri. Setelah itu, aku hanya tersenyum-senyum memikirkan rencanaku selanjutnya sambil menunggu Ingrid keluar dari WC. Setelah Ingrid kembali dari WC, ia kembali duduk dan mengajakku ngobrol mengenai bisnis orang tuaku sambil meminum air jeruk yang kusuguhkan kepadanya. Beberapa menit setelah ia meminumnya, ia memperlihatkan reaksi dari obat tersebut, dia berkali-kali meminta maaf kepadaku karena ia merasa kegerahan dan setelah itu ia mulai membuka pakaiannya.
Di saat ia membuka pakaiannya, aku dapat melihat sosok Ingrid yang hanya mengenakan BH dan celana dalamnya. Hal ini membuat penisku mendadak berdiri dan siap dimasukkan ke “lubang kenikmatan”. Aku mengajak Ingrid ke kamarku sambil kuberikan alasan agar aku dapat menyalakan Air Conditioner sehingga dia tidak lagi kegerahan. Ia percaya saja dan mengikutiku ke kamar. Di dalam kamarku, ia duduk di ranjang sambil sesekali mengusap dadanya. Aku menjadi tidak tahan melihat adegan ini sehingga aku mulai mencium bibirnya. Ketika aku menciumnya, tidak ada perlawanan sama sekali. Kami bermain lidah hingga 10 menit. Dikala kami bermain lidah, aku mulai membuka BH dan celana dalamnya. Setelah dia bugil, kemudian aku membuka pakaianku sendiri. Disaat aku sedang membuka pakaianku, Ingrid mengusap-usap tubuhnya dan memainkan jari-jarinya di sekitar vaginanya sehingga membuatnya basah. Aku tidak tahan lagi maka kudekati vaginanya dan memainkan lidahku di dalam vaginanya.
Aku sempat terkejut karena ternyata Ingrid masih perawan sehingaa aku berpikir bahwa ini adalah hari keberuntunganku. Aku terus menjilati vagina Ingrid berulang-ulang dan diiringi dengan desahan Ingrid yang sangat sensual, “Hmm…, shhh…, aahh…”. Aku tidak peduli dan terus menjilatinya hingga beberapa saat kemudian Ingrid menjepit kepalaku dengan kedua kakinya sehingga membuatku menjadi sulit bernafas selama beberapa saat dan tubuhnya mendadak menjadi gemetar dan ia berteriak tertahan sambil melengkungkan punggungnya yang membentuk siluet yang indah sekali. Aku mengerti kalau dia sedang klimaks, aku senang sekali tetapi juga sekaligus belum puas, why? Karena aku sendiri belum memperoleh kepuasan darinya. Setelah ia terbaring lemas karena klimaks tersebut, aku segera saja memasukkan penisku yang panjang karena sudah tegang ke dalam vagina Ingrid. Ketika penisku merobek keperawanannya, ia berteriak kesakitan dan aku merasakan penisku telah dibasahi oleh darah segar keperawanannya, tapi aku tidak ambil peduli. Sambil kucium bibirnya yang seksi, tanganku bermain di puting susunya, juga kutusukkan penisku ke dalam liang vaginanya.
Teriakan yang tadi kudengar lama kelamaan berubah menjadi desahan-desahan dan tangannya mulai aktif memegang dan menekan-nekan selangkanganku seakan- akan menginginkan agar aku memasukkan penisku lebih dalam lagi. Tusukanku di dalam liangnya membuatnya mendesah-desah sensual dan memintaku mempercepat gerakan. Aku terus mempercepat gerakanku hingga dapat kurasakan vaginanya semakin basah. Ia memintaku mengubah posisi. Ia sekarang berada di atas. Dengan hati-hati ia menindihku dan memasukkan penisku yang masih tegang ke dalam liang vaginanya. Dengan posisi berbaring, kupeluk punggung Ingrid sambil menaik-turunkan tubuhnya sehingga aku merasa semakin nikmat karena pijitan vaginanya. Aku semakin mempercepat gerakan sehingga membuat adegan yang kami lakukan semakin panas karena Ingrid terus menggenjot tubuhku sambil tangannya memainkan puting susunya sambil sesekali menekan-nekan payudaranya yang cukup besar itu.
Setengah jam terus berlalu dan aku mulai merasakan seolah-olah akan ada ledakan dalam diriku dan dirinya. Aku mengetahui bahwa dia akan klimaks lagi karena dia semakin kuat mendesah dan juga semakin cepat menggenjot tubuhku. Aku semakin tidak tahan dan kusemprotkan cairan kejantananku ke dalam liang kewanitaannya dan di saat yang bersamaan pula, Ingrid berteriak dengan disertai getaran hebat sambil semakin cepat menggenjotku. Penisku terasa seperti sedang di”pipis”in olehnya karena ada cairan yang mulai membasahi penisku. Setelah beberapa menit kami bersama-sama melepaskan nafsu, aku mencium bibir Ingrid dan memeluknya. Aku bermain cinta dengannya hingga sore hari dan kemudian kuberitahu padanya bahwa orang tuaku baru akan kembali seminggu kemudian. Tetapi di luar dugaanku, karena justru hal ini malah membuatnya senang karena itu berarti dia bisa tinggal untuk bercinta bersamaku selama seminggu. Setelah itu, aku dan Ingrid terus menerus bercinta di rumahku sampai dengan Ibuku kembali dari luar kota.

Sulasmi

13/03/2009

Kisah Cinta di bangku sekolahan
Kota X, pertengahan September

Suasana sepulang sekolah merupakan suasana yang cukup menyenangkan apabila semua orang bisa memandangnya dari sudut pandang Mitha. Dan Mitha menikmati setiap peristiwa yang terjadi di depan matanya, merasakan tawa yang keluar dari bibirnya ketika melihat seorang siswa menjatuhkan jajanannya dari kantung tasnya, dan menggelengkan kepalanya ketika melihat dua anak yang saling berpegangan tangan menyusuri lorong-lorong kelas dan tersipu malu tatkala beberapa siswa yang berkerumun menyoraki mereka. Indahnya cinta.
“Mitha,” sebuah suara menyapanya, “maaf aku membuatmu menunggu.” Mitha menoleh dan melihat Gara berlari-lari kecil menghampirinya sambil terengah-engah. “Ah, ngga apa-apa kok.” jawabnya sambil lalu, toh ia menikmati suasana ini.
“Yuk.” Gara menggamit lengannya dan menggandengnya menuju parkiran sepeda motor di depan sekolah.

Mitha membiarkan angin menyibak rambutnya saat sepeda motor Gara menelusuri jalan raya menuju ke rumahnya. Tangannya terjulur memeluk pinggang Gara erat-erat, tangannya yang lain memegangi helm yang menutupi kepalanya supaya tidak terbawa oleh angin saat mereka melaju. Mendadak Gara memelankan laju sepeda motornya.
“Mitha,” Gara berkata lembut, “kita cari tempat untuk ngobrol yuk.”
Mitha mendesah mengiyakan dan merasakan kegalauan yang sejak kemarin mengamuk di hatinya semakin menjadi-jadi.

Gara membelokkan sepeda motornya memasuki sebuah gang kecil, menelusuri jalanan sempit itu, dan berhenti di pekarangan sebuah rumah kecil yang rindang ditumbuhi pepohonan. Mitha semakin kacau. Gara menurunkan penopang sepeda motornya, menunggu sampai Mitha turun, dan melangkah ke arah teras rumah. Mitha menggenggam tali tasnya erat-erat, mencoba mengusir galau hatinya dan mengikuti langkah Gara. Mitha mendudukkan dirinya di atas kursi taman di depan Gara duduk, menatap lurus ke ujung-ujung sepatunya.

Mitha memejamkan matanya mendengar setiap kata-kata penjelasan Gara. Air mata mulai mendesak keluar dari kantung matanya. “Maafkan aku,” desis Gara. Ah, mungkin kata-kata itulah yang paling banyak dilatihnya semalaman supaya bisa diucapkannya saat ini. “Aku mau pulang,” Mitha akhirnya berbisik lirih. “Aku antar ya?” Gara bangkit berdiri dari kursinya. “Thanks, tapi aku sebaiknya pulang sendiri,” Mitha mengeraskan hatinya, tak ingin kelihatan cengeng di depan Gara. Gara memandang punggung Mitha yang berjalan menyusuri pekarangan dan menghilang di balik pagar, Gara menendang meja tamunya, merasakan nyeri di ujung kakinya dan di dalam hatinya.

Mitha merasakan hatinya sedikit tenang saat kakinya melangkah semakin jauh dari rumah Gara, Mitha menolehkna kepalanya, menatap atap rumah itu yang menyembul di atas pepohonan. Tak ada lagi Gara yang manis, yang membelai rambutnya dengan lembut, membuatnya tertawa riang, yang ada hanyalah angin yang menghembus sepoi, menjadi saksi bisu berakhirnya hubungan cinta yang telah empat tahun terjalin di antara mereka.
Mitha tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya bertanya-tanya selama perjalanan pulang di dalam angkutan umum itu, yang diinginkannya saat ini adalah menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, membenamkan kepalanya di dalam bantal dan berteriak sekuat-kuatnya melepaskan beban di hatinya.

Kota X, sehari menjelang lebaran

“Tiga…dua…satu…” Ray mengikuti detak jam dinding di atas kepalanya. Tepat pada hitungan kesatu Ray mengangkat tangannya, menopang tubuhnya, menggoyangkan kepalanya, dan memandang kegelapan ruang di sekelilingnya.
Matanya menangkap geliatan tubuh telanjang di sampingnya, bibirnya menyunggingkan senyuman nakal. Ray membungkukkan tubuhnya, menggigit kecil daun telinga gadis di sebelahnya dan berbisik, “I love you..”. Gadis di sampingnya hanya mengeluh pendek, ketidak acuhan itu cukup untuk mengusik ego Ray. Tangannya terjulur menyusup ke balik kain sprei, memeluk si gadis dari belakang, menemukan, meraba, dan meremas payudara si gadis di sampingnya, membuat si gadis terbangun dan menggeliat, “Ray….” “Ssshh…enak begini,” desis Ray di telinga si gadis. Ray mengangkat paha kanannya, memeluk pinggul si gadis dengan kakinya, menurunkan pinggulnya dan menyusupkan batang penisnya di lipatan paha si gadis. Si gadis mendesah kecil dan membuka pahanya. Ray membenamkan hidungnya di rambut si gadis, menciumi aroma segarnya, dan menggerak-gerakkan pinggulnya, menggesekkan penisnya di bibir vagina si gadis. Telapak tangannya meremas dan memijat payudara si gadis, membuat si gadis terengah-engah dalam kenikmatan yang diberikannya. Ray mendesis dan tertawa lirih saat si gadis menjerit kecil ketika ujung penisnya menusuk liang vagina si gadis. Ray menikmati kegusaran gadis itu yang secara impresif membalikkan tubuhnya dan berusaha menamparnya. Ray memegang pergelangan tangan si gadis, mengecup bibirnya, “Sakit ya? Kasihan deh.” Dan merasakan tangan si gadis melemas, membalas ciumannya dan melumat bibirnya. Ray memandang jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. “Ah, puasa terakhirpun kulewatkan,” desahnya. Ray bangkit dari tempat tidur dan memunguti bajunya yang berserakan, mengenakannya, dan mengecup bibir Enni dari pinggir tempat tidur sebelum melangkah menuju jendela. Maling. Dan tuduhan itu membuatnya geli.

CHAPTER I

Pantai Z, lebaran kedua, pukul 03.00 pagi

“Tapi, Ray, aku masih susah untuk melupakannya.” Ray menatap mata sendu Mitha dalam-dalam, memandang kearah pasang yang mulai terlihat surut, menghisap rokoknya dalam-dalam, “Walau bagaimanapun, yang namanya cinta, memang cenderung berakhir menyakitkan, menorehkan luka kenangan yang sulit dilupakan, karena di situlah letak karasteristik sebuah perasaan cinta.”
“Ah, tapi ada kan yang cintanya tetap kekal dan membawa kebahagiaan?”
Ray mengembangkan senyumnya, membuang puntung rokok yang masih setengah panjangnya itu jauh-jauh ke pasir pantai, “Jangan mengacaukan cinta dengan kasih.” Mitha mengikuti gerakan puntung rokok yang melayang lalu padam setelah mencapai permukaan pasir, “Maksud kamu?” Ray bangkit berdiri, menggosokkan telapak tangannya yang terasa dingin ke pahanya, membersihkan butir-butir pasir yang menempel, “Kasih, tidak terbawa oleh nafsu, karena itu ia abadi adanya. Tetapi cinta lekat dengan nafsu, nafsu ingin memiliki, ingin mengikat, menguasai, memuaskan, dan egoisme adalah inti utama dari cinta,” sampai di sini Ray menghela nafasnya, berusaha menimbulkan kesan dalam pada setiap ucapannya, “dan bukankah itu yang selalu disenandungkan orang-orang dalam lagu-lagu mereka? Pernahkah mereka membicarakan tentang kasih? Kasih yang tidak menuntut, hanya memberi, berlandaskan pengorbanan, tidak cemburu, murah hati, dan sebagainya seperti yang pernah engkau pelajari?” Mitha mengalihkan pandangannya dari Ray ke arah pantai, “Kamu tahu banyak, Ray,” gumamnya, “dan mungkin kau benar.” Ray tertawa, melompat kecil ke belakang Mitha, memegang pundaknya dan memijat perlahan, “Kau mengerti sekarang?”
“Tujuh puluh lima persen,” senyum Mitha menikmati pijatan Ray. Ray mencium pipi si gadis dari belakang, berlari menuju mobilnya, membukakan pintu samping dan membungkuk, “Shall we go?” Mitha tertawa melihat gayanya yang konyol, menjewer kuping Ray sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.

Kota X, awal tahun baru

Mitha merasa bingung dengan dirinya sendiri, menyaksikan Gara yang berlutut memeluk kakinya dan memohonnya kembali adalah bunga mimpinya setiap hari, dan seperti kebanyakan mimpi, Mitha hanya menganggapnya sebagai suatu pelampiasan keinginan perfeksionis yang tidak tercapai di kehidupan nyata. Namun kini……
“Mitha, aku tak bisa hidup tanpa kamu,” Gara membenamkan wajahnya di sela-sela kaki gadis yang duduk di hadapannya dan membasahinya.
“Gara…..” Mitha merasakan air mata mulai mengalir di pipinya. Bahkan sampai sekarang aku masih tetap menyayangimu. Mitha membungkukkan tubuhnya, memegang bahu Gara, dan mengecup ubun-ubunnya, “Bagaimana dengan keluargamu?” Gara mendekap kaki Mitha lebih erat, “Persetan dengan mereka.”

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.15 pagi

“Alangkah susahnya melupakan cinta pertama.”
Ray tersenyum, memperhatikan pepohonan yang berlari di sekitarnya, “Kata orang, cinta pertama dibawa mati, ‘tul ngga?” Mitha menarik nafas panjang, “Aku tak pernah mencoba membayangkan untuk mengecup bibir seseorang dan menyerupakannya dengan Gara.”
Ray menggerakkan stirnya ke kanan, menghindari kucing liar yang mendadak melintasi jalan.
“Bukankah beberapa orang justru melakukannya?”

Masa-masa kebahagiaan dan kedewasaan

Mitha memperoleh kembali kebahagiaannya yang terenggut saat perpisahannya dengan Gara. Hubungan ‘backstreet’ mereka berlangsung seakan begitu sempurna, penuh dengan canda tawa dan keceriaan. Namun Mitha harus rela menempuh hubungan jarak jauh tatkala Ray lebih memutuskan untuk mengikuti amanat orang tuanya sebagai seorang anak tunggal, yaitu dengan berkuliah di Surabaya, sementara Mitha memperoleh PMDK-nya dari sebuah universitas negeri terkemuka di Bandung. Gara berjanji akan menjenguknya sebisa mungkin. Mitha sadar bahwa Gara bukanlah berasal dari keluarga yang mampu, namun yang diingat dan diinginkannya saat itu adalah bahwa bagaimanapun ia harus mempertahankan hubungan ini sebisa mungkin. Mitha mengalami berbagai cobaan yang berat selama kuliahnya di Bandung, banyak lelaki yang terpikat oleh kemolekan dan keanggunannya sebagai keturunan putri keraton dan berusaha memikatnya dengan berbagai cara yang luar biasa yang cukup untuk menjatuhkan hati gadis manapun juga. Tapi Mitha masih mampu bertahan dan mengeraskan hatinya, menolak setiap uluran tangan dan godaan yang datang, dan hanya bisa melampiaskannya ketika Gara datang menjenguknya dengan kecintaan dan kerinduannya, membelai tubuhnya dan bercinta di wisma-wisma murah yang berserakan di sekitar kampusnya.

Mitha tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang lebih dewasa, dan seiring perkembangannya, Mitha menjadi semakin khawatir akan masa depan hubungan mereka yang semakin kabur semenjak rakyat mulai tersegmentasi oleh kekacauan-kekacauan berbau SARA yang marak di daerah-daerah. Hal inilah yang mampu menahan dan menguatkan dirinya ketika Gara mengendus telinganya di atas kasur murahan dan memohonnya untuk melakukan hubungan suami istri. Keinginan dan hasratnya tertahan oleh ketakutannya sendiri akan masa depan yang kabur itu, dan Gara sepertinya mengerti akan ketakutan itu, mencoba menghormati keputusannya, walaupun terkadang menjadi emosionil ketika hasratnya tak terlampiaskan.

“Gara, bagaimana dengan kita?” Mitha mendesah, merasa berat melepaskan kepergian Gara selama dua bulan ke Gresik. Di lain pihak, Mitha sadar posisi Gara yang menjadi harapan satu-satunya sebagai calon tiang penopang perekonomian keluarganya. Gara memeluk tubuh telanjang Mitha, membisikkan janji-janji indah ke kupingnya, “Aku akan menyuratimu.” bisik Gara.
“Aku akan mencoba bertahan,” Mitha mendesah lirih.
Gara membungkuk di atasnya, mengecup puting susunya, menindihnya dan meletakkan batang penisnya di bibir vagina gadisnya. Malam itu menjadi milik mereka, namun bagi Mitha, kenyataan itu justru menimbulkan alasan baru untuk segera mengakhiri ketidak pastian cerita cinta mereka. Dan kembali malam itu, Gara merasakan penolakan Mitha saat gadis itu mendorong tubuhnya ke samping, memegang batang penisnya dan memaksa spermanya keluar.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.45 pagi

Ray merasakan pengaruh caffein itu membuat kantung kemihnya beroperasi lebih cepat. Ray mengurangi laju mobilnya dan menghentikannya di bahu jalan, “Pipis dulu.” Mitha melengos dengan perasaan geli, “Gokil, ah.” Ray tertawa dan keluar dari mobil.

“Aku kagum padamu,” Ray berkata ketika mobil yang mereka tumpangi kembali melaju di atas jalanan hutan.
“Ah, Ray. Aku bukan gadis selemah yang kau kira.”
“Mungkin cowokmu yang bego,” tawa Ray, yang segera meringis ketika kepalan tinju Mitha mendarat di lengan kirinya.
Tawa mereka mengiringi instrumental Richard Clayderman yang mengalun dari tape mobil, menyeruak kegelapan hutan dan kerumunan serangga malam.

CHAPTER II

Ilustrasi Dosa

Gadis itu merintih kecil ketika bibir si Pria menyentuh dan menghisap lebut puting susunya, badannya menggelinjang di atas kasur yang mulai basah oleh keringat. Si Pria memainkan jemarinya di paha si Gadis, membelainya, menelusurinya, menemukan dan membuka lipatan paha si Gadis. Erangan dan keluhan keluar dari bibir si Gadis ketika jemari itu memasuki dan membelai dinding-dinding vaginanya, tangannya terangkat dan memeluk leher si Pria yang kini menjilati seluruh permukaan dadanya. Tangan si Pria terjulur, menuntun pergelangan tangan si Gadis ke arah penisnya, membiarkan jemari si Gadis bermain-main dengan batang penisnya yang menegang, sementara tangannya sendiri kembali menyelip di selangkangan si gadis dan memainkan bibir-bibir vagina si gadis.

Mereka berdua mengeluh, mendesah, dan menggelinjang akan setiap rangsangan yang saling mereka bagi satu dengan lainnya.

Si Pria mengangkat tubuhnya, menatap lurus ke mata si Gadis, mencari-cari jawaban atas permintaan abstraknya, mendesah saat si Gadis menganggukkan kepalanya dengan gerakan samar. Si Pria menurunkan pantatnya perlahan, memegang batang penisnya dengan tangan kanannya, dan menyentuhkan ujung penisnya menyibak bibir vagina si gadis memburu liang kehangatannya. Si Gadis menjerit lirih ketika ujung penis si Pria menusuk dan berusaha membuka jepitan liang vaginanya. Si Pria mengerang tertahan, mendengus, dan menekan penisnya lebih kuat, kepalanya menunduk dan menciumi wajah si Gadis yang mulai basah oleh keringat. Erang kesakitan keluar dari bibir si Gadis saat penis si Pria berhasil menembus selaput daranya, memenuhi liang vaginanya yang terasa berdenyut-denyut. Si Pria membiarkan gerakannya terhenti, meresapi kenikmatan denyut otot liang vagina si Gadis, menciumi lehernya, dadanya, ketiaknya yang bersih. Kesakitan dan rasa nyeri yang dirasakan si Gadis membuatnya terengah dan mengerang, meronta saat penetrasi batang penis si Pria seakan jarum yang menusuk saraf-saraf sekujur tubuhnya. Si Pria mendengus-dengus, menggerakkan pinggulnya semakin cepat, tidak mengacuhkan geliatan si Gadis dan erangan kesakitannya, mengencangkan otot pinggulnya, dan menarik keluar penisnya sebelum spermanya membanjiri liang vagina si Gadis. Kepala si Pria terangkat, mulutnya mengeluarkan desahan penuh kenikmatan. Si Gadis merasakan otot-otot tubuhnya melemas, merasakan beban yang menindih dadanya saat kepala si Pria menempel di permukaan kulit payudaranya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.15 pagi

“Sssshhh.. hhh….” Ray mengepulkan asap rokok dari tepi bibirnya. Mitha memandangi langit yang mulai berwarna kebiruan, pertanda matahari akan segera muncul. Beberapa pecari kayu bakar terpaksa meminggirkan sepeda mereka saat mobil yang dikendarai kedua anak manusia itu melaju melintas dengan kecepatan yang cukup untuk menekan udara menggoyangkan sepeda mereka. “Ray, benarkah banyak terdapat cowok oportunis di dunia ini?” Mitha membuyaran kesunyian di antara mereka. Suatu pertanyaan yang merepotkan, pikir Ray saat itu, “Seandainya saja kebanyakan pria tidak tercipta dengan pemikiran yang lebih kuat dari perasaannya, dan dengan tanpa libido yang luar biasa, mungkin jawabannya adalah tidak.”
Mitha menghela nafasnya dalam-dalam, matanya masih memndangi pepohonan dari balik jendela di samping tubuhnya. “Namun,” Ray meneruskan, “sekarang semuanya kita kembalikan saja kepada yang dinamakan nafsu. Nafsu mampu membuat segala cahaya menjadi kegelapan, sebaik apapun manusia, apabila nafsu menguasainya….”
“Aku tahu itu,” Mitha memotong perkataan Ray.

Bandung, pertengahan Mei

Mitha merasakan kepiluan hatinya saat menyaksikan Gara yang menutupi hidung dan mulutnya dengan kedua telapak tangannya. “Maafkan aku,” bahkan Mitha tidak menjadi geli merasakan anekdot ini, selintas ingatannya betapa iapun berusaha menghapalkan perkataan ini sepanjang malam untuk melatih keberaniannya, persis seperti Gara beberapa tahun lalu.
Mitha berusaha mengeraskan hatinya untuk tidak mengakui kebohongannya, berusaha mengalihkan pandangan matanya ke ujung-ujung jemari kakinya.
“Bunuhlah aku, Gara,” Mitha terisak, “karena kelemahanku, apapun asalkan kau merasa puas.” Mitha mencoba membangkitkan kebencian Gara kepadanya, karena ketidak mampuannya menahan godaan di saat-saat kesepiannya. Gara menurunkan tangannya, menatap Mitha dengan mata berair, merasakan saraf-sarafnya terbakar di sisi keningnya, menggeram lirih, “Alangkah ringannya kematian atas luka yang kautorehkan di jangka kepercayaanku.”
Gara bangkit berdiri, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.35 pagi

“Mungkin kamu akan menyetujui pendapat bahwa cinta yang bergelimang nafsu akan selalu menuntut kesetimpalan perbuatan apapun yang mengkhianatinya. Bukankah begitu, Ray?” Mitha memandang Ray yang mencoba memecah konsentrasinya.
“Kamu membuatku semakin terbawa oleh ceritamu,” Ray tertawa dan membuang rokok di jepitan jemarinya keluar jendela.

Bandung, pertengahan Mei

“Gara!” jeritan lirih itu tak dihiraukannya. Gara memegang tangan Mitha dengan kasar dan menarik gadis itu berdiri, Mitha melihat pandangan mata Gara dibayangi kebencian bercampur dengan air mata, bulu-bulu roma gadis itu berdiri dan adrenalin di sekujur tubuhnya engalir semakin cepat. Gara menempelkan tubuhnya di tubuh Mitha, menjambak rambut gadis itu dan menarik kepalanya ke belakang, mendesis, “Terlalu ringan….”
Mitha dapat merasakan hawa kebencian itu menghembus wajahnya. Gara membalikkan tubuh Mitha, tetap menjambak rambut gadis itu, menekan punggungnya sampai setengah tertelungkup di atas sofa.
“Gara…..” Mitha mulai merasakan kengerian itu memaksa air matanya mengalir lebih deras, sejenak keraguan akan rencananya menyeruak di benaknya, namun akankah sesorang mampu membagi alternatif lain dari kekerdilan pemikirannya saat itu?
Gara menyelipkan tangannya ke balik pakaian Mitha, meremas kasar payudara si gadis, menggeram, “AKU sekarang…” Mitha mengerang kesakitan saat kuku-kuku Gara menancap di kulitnya. Setelah merasa puas meremas, Gara mengeluarkan tangannya dan mengangkat rok Mitha melewati pinggulnya, menarik celana dalam si gadis dengan paksa, membuka kaki Mitha dengan dengkulnya. Mitha merasakan kepiluan dalam dirinya, kenyataan ini adalah yang kemudian disadarinya sebagai konsekuensi yang harus diterimanya dari pengorbanannya sebagai seorang kekasih, membuatnya membatalkan setiap keinginannya untuk meronta dan melepaskan diri. Gara menyusupkan jemarinya ke selangkangan Mitha, meremas dan menggesek dengan kasar kemaluan si gadis, membuat Mitha meringis menahan rasa sakitnya. Gara menggeram dan menggigit pinggul si gadis dalam-dalam. meninggalkan jejak kemerahan di kulit Mitha yang putih, dan menusukkan telunjuknya ke lubang vagina gadis di bawahnya. Mitha menjerit kesakitan, merasakan setiap kengerian itu menusuk dan mengoyak kemaluannya, namun jeritannya berubah menjadi isak tertahan saat Mitha mengeraskan hatinya kembali dengan menggigit bibirnya dalam-dalam. “Kamu menyukainya, KAN?” Gara menggeram, merasa puas akan kepasrahan Mitha. Gara mengeluarkan jarinya dan membuka celananya, mengeluarkan penisnya yang menegang sejak tadi karena rangsangan dari ilusinya atas persetubuhan Mitha dengan si pria itu.

Gara menahan tubuh Mitha dengan sikut kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam batang penisnya, memainkannya seakan ragu akan tindakannya sendiri. Namun hawa kebencian dan imajinasi yang menyakitkan hatinya membuatnya seakan gila. Gara memegang pantat Mitha, membukanya dan menghujamkan penisnya sekuat tenaga ke liang vagina si gadis. Mitha membenamkan mulutnya ke sofa, mengerutkan keningnya dan menjerit sejadi-jadinya, perutnya seakan ditusuk oleh pisau tajam yang mengoyak dan mengguncang otot-otot selangkangannya.

Gara mengerang merasakan kesempitan liang vagina gadis di bawahnya, dan mendesis saat menggerakkan pinggulnya dengan kasar. Mitha merasakan kenyerian yang amat sangat, air matanya membanjiri kain penutup sofa, gadis itu menggigit kain itu sekuat tenaganya, berusaha menyalurkan semua rasa sakit di selangkangannya, tangannya menggapai-gapai dan mencengkeram pergelangan tangan Gara yang menjambak dan menekan kepalanya. Gara menggerakkan pinggulnya semakin cepat, hanyut dalam kenikmatan kebenciannya, “MAMPUS!” Gara mengerang dan menekan penisnya dalam-dalam. Mitha menjerit tertahan dari mulutnya yang terkatup, merasakan cairan sperma itu menyembur membasahi saraf-saraf di dinding liang vaginanya. Gara menekan-nekan beberapa saat, menarik keluar batang penisnya yang basah dan berwarna kemerahan, merasa puas membayangkan betapa tindakannya telah menorehkan luka di kemaluan Mitha.
Mitha terisak dalam kenyerian dan kepedihan yang dirasakannya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 05.05 pagi

Ray menyalakan lagi sebatang marlboro yang sudah terselip di ujung bibirnya.
“Impulsif dan emosionil,” Ray mendesis, mengepulkan asap rokok keluar jendela, berusaha untuk menahan emosinya sendiri yang sedikit terhanyut. Rumah-rumah mulai banyak terlihat di pinggir jalan, pertanda bahwa mereka sudah mulai memasuki kota. “Tapi tepat seperti apa yang kuharapkan darinya.”
“Ah?”

Epilog :

Pasca kejadian

Semenjak kejadian hari itu, Gara tak pernah lagi menghubungi Mitha. Mitha sendiri tidak pernah mencoba untuk mengganggu Gara, bahkan saat Gara diwisuda, Mitha hanya mendengar kabarnya dari salah seorang temannya, dan hanya bisa berdoa bersyukur karena akhirnya cita-cita Gara dan keluarganya tercapai, tanpa gangguan apapun darinya.

Kepuasan Mitha digapainya dengan keberhasilan setiap rencana pengorbanannya untuk keberhasilan Gara, kepuasan menyaksikan kebencian Gara yang mampu membuat lelaki itu melupakannya, kepuasan melihat Gara dan keluarganya berbaikan kembali setelah sekian lama berkutat atas hubungan mereka, kepuasan atas keberhasilan Gara memenuhi tuntutan orang tuanya, dan terutama, kepuasan karena akhirnya ia berhasil menyerahkan keperawanannya kepada satu-satunya orang yang ia kasihi, Gara, walaupun semuanya terasa begitu menyakitkan, dan lebih menyakitkan ketika sudut-sudut matanya menyaksikan linangan air mata di pipi dukun bayi itu saat mengangkat bakal janin dari rahimnya yang kini invalid.

Mitha merasakan hidupnya selesai, hasratnya akan keindahan dan kemolekan keduniawian yang semu di masa depannya lenyap sudah. Namun kematian ini dianggapnya sebagai sebuah kebangkitan hidup baru berwujud penyerahan seluruh jiwa dan raganya ke tangan Penciptanya dalam pelayanannya di sepanjang sisa hidup baru itu. Kenangan akan cintanya yang hanya sekali selamanya merupakan pemicu kedekatannya pada Tuhannya, dan dalam tangis pertobatannya setiap malam, nama Gara adalah satu yang takkan pernah terlewatkan.

Kota X, lebaran kedua

Ray menghentikan mobilnya, memandang matahari yang mulai melewati atap-atap rumah, “Ahh, tak terasa hari mulai pagi.” Mitha tersenyum, memutar tubuhnya menghadap Ray, sahabat bermainnya sejak kecil, satu sosok yang diletakkannya di urutan kedua setelah Gara. “Ray…” Ray membalas pelukan Mitha, merasakan tanggul di kantung matanya hancur, membasahi pundak Mitha dengan air matanya, “Cengeng ah, aku tidak apa-apa kok.” Ray membenamkan kepalanya, merasa bingung, karena apapun yang akan dilakukannya tidak akan mengubah apapun yang telah terjadi. Mitha menepuk punggung Ray, merasakan air matanya sendiri mengalir membasahi baju sahabatnya. “Jangan lupa kunjungi aku di sana, Ray.” “Aku takkan melewatkan kesempatan itu, untuk melihat kerudung menghiasi keanggunanmu.” bisik Ray di telinga Mitha. Mitha tertawa kecil di sela isaknya, “Perayu bodoh.” “Tetaplah berdoa untukku,” Mitha mengecup kening Ray,”terima kasih karena telah mengingatkanku bahwa kasih dan pengorbanan adalah lebih utama daripada cinta.” Mitha menghapus air mata yang mengalir di pipi sahabatnya dengan ibu jarinya, merasakan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya, seperti seorang kakak kepada adik kesayangannya. “Selalu.” Ray menjawab lirih, enggan melepas kepergian Mitha dan kehangatan kenangan persahabatan mereka yang sebulan berikutnya tidak akan dapat terulang seperti dulu lagi.

Ray mengamati Mitha yang keluar dari mobilnya, melangkah membuka pagar rumahnya, dan melambaikan tangan mengiringi tekanan kakinya pada pedal gas di bawahnya.

Ray menghentikan mobilnya beberapa meter kemudian, melompat turun, menghapus air mata yang mengalir kembali di pipinya, melambaikan tanganya dan berteriak,”Selamat Natal, Mitha!!” Mitha berlari kecil keluar pagar, meletakkan telapak tangannya di sisi pipinya.
“Selamat Lebaran, Ray!!”

Persahabatan dan kasih, adalah harta yang tak ternilai harganya.

Eksebisi dengan Kakak Ipar

12/03/2009

EKSEBISHI BERSAMA IPAR TERSAYANG
Salah satu pengalaman Daku yang terbilang spesifik adalah bersama adik iparku yang Jablai semampai, sensual dan
sedikit agresif…. serta cukup vulgar bila berpakaian di rumah.

Awalnya seeh Daku ekstra Muna dan rada Jaim dengan Adik Iparku yang kerap Caper ke Daku.
Kelembutannya yang utama bukanlah dati tutur kata dan busananya tetapi justeru dari kulitnya yang bersih, putih
Harum Mewangi….. yah pegimana ngak wangi kalo setiap hari mandi pake sabun, keramas dengan sampo … lanjut
pake parfum…

Sejak menikah, selama beberapa tahun Daku tinggal di Mertua Indah dengan seorang Adik ipar wanita
yang masih lajang serta seorang Kakak Ipar Wanita yang bercerai dan beberapa keponakan cewe menjelang ABG.
Ditengah kerumunan wanita-wanita itulah Daku berada.

Karena kebiasaanku yag pulang kantor pada malam hari, maka biasanya Daku pulang kerumah pada situasi
yag sudah cukup sepi…… jadi karena kondisi maka Daku pun kerap bercinta dengan isteri pada tengah malam.
kadang kita bercinta didalam kamar tidur, kadang bercinta di ruang utama rumah karena memang sudah sepi.

Suatu kali sehabis Daku puas bergumul cumbu dengan isteriku saling meremas-remas dan menjilati penuh nafsu
seluruh bagian tubuh yang sensitif….. tanpa sengaja Daku tiba-tiba nelihat pintu kamar tidur adik iparku ternyata
terkuak sedikit. Entah sudah berapa lama pintu itu terbuka.. walau sedikit … Daku sempat berfikir apakah adik iparku
tadi sebetulnya bangun dan melihat Diriku bercumbu nafsu dengan kakaknya …. atau terlintas dalam benak-Ku
apakah memang baru kali ini pintu itu terkuak sedikit… jangan-jangan…… ah… sudahlah Daku tak peduli…

Hubungan-Ku dengan Vivi, adik ipar-Ku itu memang cukup AIYSS (Aik Ipar Yang Saling Sayang) cenderung
lebih manja ketimbang isteri-Ku sendiri… dia sugnguh gaul, pintar menyanyi dan banyak kawan, pacar pun punya
malah cenderung punya lebih banyak kawan lelaki daripada wanitanya … tapi entah mengapa dia tetap saja
sering caper ke diri-Ku… yaah Daku sih happy azza… mungkin Daku betul-betul Zantan kali yaa.. ha..ha..ha…ha..
bisa aja … yaah namanya juga karangan … hi…hi…hi….

Lanjut ah, ini bener kok pengalaman nyata …
ngapain bo’ong ama orang lain entar Daku kalo pembohong kan kagak bakalan punya kawan banyak .. tul ngak ?

Beberapa hari kemudian… Ce’illah … seperti biasa Daku mengajak isteri bercinta di ruang tamu pada malam hari
saat seisi rumah sudah tidur. Tapi kali ini sebelum bercumbu, terlebih dahulu Ku perhatikan pintu kamar tidur
adik ipar-Ku … Ooohh…. ternyata tertutup rapat… berrati aman….. karena letak kamar tidur adik iparku berhadapan
dengan sofa ruang tamu maka walaupun terkuat hanya sedikit tentunya Vivi, sang adik iparku dapat mengintip
dengan leluasa permainan cumbu nafsu diriku dengan isteri tersayang…..

Karena kita berdua sudah yakin semuanya yang ada di rumah telah tertidur pulas di kamarnya masing-masing
maka Daku berbegas mengatur posisi …. untuk memulai percumbuan dengan isteriku… dimana Daku lebih suka
duduk dibawah sofa sementara isteriku duduk di atas sofa. Permainan langsung di seputar wilayah Paha dan Vagina
adalah kegemaran utama-Ku. Menciumi-menjilat-jilat sambil mengigit-gigit lembut sepasang paha sekel istaeri-Ku
adalah menu pembukaan cumbu nafsu diri-Ku yang paling sering Ku lakukan….. disaat menggelinjang antara
geli-geli-nikmat… menahan sentuhan bibir dan lidah-Ku di sepasang pahanya, biasanya isteri-Ku tidak sabar untuk
menanti hisapan Ku pada Vagina-nya.. tapi disitulah letak permainannya… Daku sering menahan diri untuk
berlama-lama di sekitar paha hingga mendekati Vagina… sesekali saja menjilati kelentit dan liang vagina Isteri-Ku
sekedar mengecek apakah Isteri-Ku sudah mulai mencapai orgasme melalui cairan genitalnya atau belum…

Bila ternyata vagina isteri-Ku sudah mulai basah… tanda-tanda orgasme .. maka Daku mulai lebih sering
menjilat-jilati dan menghisap kelentit dan daging vagina isteriku secara perlahan-lahan… dengan cara seperti ini
Daku bisa berlama-lama menyenangkan Isteriku megngigil menahan nikmat.. terlebih saat cairan vaginanya
yang mulai mengalir deras keluar Ku reguk hingga tak bersisi… eehhhmmm… memainkan lidah di ujung kelentit
dan di didnding Vagina bisa membuat tubuh isteriku bergetar kuat …. semakin dia bergerak menjauh dari kepalaku..
semakin kukejar dan kutempel permukaan vagina isteriku…. aahhh……. Aaauuww … di saat Isterku mulai bangkit
berdiri karena tak tahan menerima hisapan Diriku pada Vaginanya… semakin Ku kencangkan cengkeraman lingkaran
tangan-Ku pada sepasang pantat Isteri-ku… sementara kepalaku kutempelkan erat-erat kehadapan vaginanya…..

Paa… Papa… udah… aaauuhhh… ooohhh.. Paa… ngak tahan ….. Jerit lirih terlontar dari isteri-Ku…. kalau sudah
seperti ini…. apa boleh buat… dari pada membangun kan orang se isi rumah… yah kulepaslah dekapan Ku di Vaginanya…

Setelah Daku puas bercumbu nafsu dengan isteriku selama satu jam lebih … akhirnya aku beristirahat menonton teve …
sementara isteri-Ku cepat berlalu masuk ke kamar…….. Namun, belum lama aku menonton teve ….
kulihat pintu kamar Vivi, adik ipar-Ku itu yang tadinya tertutup rapat ternyata sudah terkuak kembali, sedikit
hanya terbuka beberapa cm. Ku perhatikan, kali ini kamar tidurnya gelap ….. tidak biasanya …..

Setelah menunggu beberapa saat, karena penasaran Daku menghampiri kamar tidur Vivi…. oouu memang terbuka,
lalu dengan hati-hati, perlahan-lahan Ku buka pintu kamar tidur Vivi… ku intip dengan seksama …uugghh….
samar-samar dalam keremangan kamar Kulihat Vivi tertidur dengan tertelungkup…. tapiii… Ammbbooiii…
Vivi tidur tidak mengenakan bad cover… sementara daster mininya terserak menyembulkan sepasang paha dan
pantat yang padat…. saking penasaran ingin melihat apakah Vivi tertidur dengan sepasang pantat yang terbuka
menantang … maka kuhampiri kasur dimana Vivi tertidur… Aaahh… baru dua-tiga langkah memasuki kamarnya …
kaki kanan ku menyentuh sepotong kain… segera kuambil kain itu … ouwwah..aahh… ternyata celana dalam mungil
milik Vivi berwarna gelap yang berserak dilantai… saat kuambil dan kupegang… mmmhhhh…. CD Vivi basah…..
tanpa sadar kucium CD Vivi …. uugghhhh… wangi khas cairan Vagina….

Kini Daku semakin curiga…. jangan-jangan Vivi memang mengintip percumbuan Daku dengan Isteri-Ku dari balik
pintu kamarnya yang gelap….. ah.. aku pun betul-betul penasaran … segera kudekati Vivi dikasurnya… dia masih
tertidur menelungkup dengan wajah menghadap pintu…. kearah diriku … tapi setelah kuperhatikan dengan teliti
sepasang pantatnya yang terbuka penuh memang tidak mengenakan celana dalam… alias polos…..

Antara penasaran sekaligus terangsang kemontokan paha dan pantat Vivi…. dengan spoantan kunyalakan lampu
meja belajarnya…. emmhh… benar-benar mulus, kenyal, putih nian sepasang pada dan pantat Vivi… ooohhh…
Daku berdecak kagum… sambil menelusuri lekuk liku daging Paha dan Pantat Vivi…… sambil terus memegangi
dan sesekali menciumi CD Vivi yang basah dengan cairan Vaginanya…..

Tiba-tiba saja terlintas dibenak-Ku untuk mengecek apakah Vivi betul-betul sudah tertidur pulas dari tadi … ataukah
dia berpura-pura tidur karena tadi dia sebenarnya mengintip KU bercumbu….. maka CD dan sarung yang kukenakan
sengaja Ku lepaskan …. dalam jarak dekat didepan wajah Vivi ….
hanya dengan mengenakan kaus singlet ditubuh sementara perutku ke bawah sudah polos Daku pun ber-Eksibisi….
Sembari menelusuri pemandangan Indah sepasang Paha dan Pantat Vivi yang putih montok, Daku pun ber-Onani
dalam jarak teramat dekat dihadapan wajah Vivi…. mmmhhh….. aaaahhhh… sengaja Daku bergumam lirih….
menikmati Keindahan dan kenikmatan ber-Onani di Depan Vivi sambil tidak lepas memperhatikan lekuk-lekuk
daging Paha dan Vagina Vivi…. oooohhhh… saaat Penis-Ku mulai menegang-kencang- dengan ujung yang …
Mengkilau….. kulirik wajah Vivi… kuperhatikan Mata Vivi… ooohhhh…. ternyata bulu matanya yang lentik ..
bergerak-gerak dan bergetar-getar lembut tanda dirinya tidak tidur dan sedang aktif melilhat Daku ber-Onani di
hadapannya dengan Penis yang semakin panjang, besar, menonjolkan uliran urat yang kencang dengan daging
ujung Penis yang berwarna pink mengkilat…..

Karena sudah terlanjur ….. juga karena sudah terlalu nikmat melakukan Onani jarak dekat di wajah Vivi….
Daku pun semakin semangat memainkan tangan kanan-Ku mengocok-ngocok lembut batang Penis-Ku ….
Mengetahui bahwa Adisk Iparku Tersayang juga terkesima mengintip Penis-Ku dari balik bulu matanya yang lentik..
Daku benar-benar bergairah melakukan Onani….. Aahhhh…. oouuuwww…. Vivi… desah-Ku lembut.. tanpa sadar…
Syeer…syeer…. kutahan… dan kukendalikan aliran sperma-Ku yang keluar dari ujung penis-Ku….
Dengan menengadahkan telapak kanan kualirkan tetesan air mani-Ku ketangan… lalu cairan tersebut
ku oleskan ke batang Penisku sehingga seluruh Penisku hingga daging Ujungnya semakin mengkilat licin…..

Dengan olesan cairan sperma-Ku yang kental dan licin maka tangan kanan-Ku semakin lincah leluasa ber-Onani….
mmmhhh….. Daku pun semakin hot ber-Onani mengeluar masukkan ujung-batang Penisku dalam genggaman tangan..
sembari menggoyang-goyangkan pantatku layaknya bersenggama…. ooouuuuuu….
kukperhatikan bulu mata Vivi semakin terbuka agak lebar… jelas sudah kalau Vivi sedang menikmati keindahan
Batang Penis-Ku dan Goyangan-Goyangan Erotis-senggama-Ku …. oohh… ouw… kulihat gerak bibir senyum manis
terpancar dari wajah Vivi karena dirinya tampak senang sekali memandangi buah zakar dan Ujung-Batang Penis-Ku….
yang terus besar, tegang dan mengkilat….

Baru kusadari kemudian, tangan kiri Vivi ternyata bergerak-gerak perlahan dari balik tubuhnya yang mengarah pada
Vaginanya… ooouuu.. Vivi juga sedang bermasturbasi rupanya…. mengetahui hal itu.. Daku semakin bernafsu
melakukan Onanai dengan Hot ku percepat gerakan Onani Penis-Ku keluar masuk Genggaman tangan … den ….

Creett…. crreett… creettt… syyeerr….. Air Mani-Ku keluar Deras dari Ujung Penis-Ku lalu kutumpajkan ketelapak
tangan kiri-Ku…. tanpa bisa dicegah… Tubuh Vivi pun ikut yang tidur tertelungkup mengigal-bergetar cukup kuat
saat dirinya melihat dengan jelas pancaran Sperma-Ku yang mengalir muncrat ke telapak tangan …. aaahhhh Vivii…

Dengan seluruh Sperma yang ada kubasuh lagi batang Penis-Ku yang tetap tegang…. …crrek…creekk.. crreekk…
suara onani terdengar dari gesekan tangankananku yang penuh air mani …. sementara itu kuperhatikan
Vivi sudah lebih aktif menggerak-gerakkan tangan kirinya ke tengah-tengah pangkal pahanya…
seluruh badan Vivi kini sudah terlihat bergerak-gerak sebagai tanda dirinya sangat terangsang…. ooouuu…Nikmatnya..

Setelah puas ber-Onani sampai sperma-Ku habis-kering… secara demonstratif Daku mencium celana dalam Vivi
yang basah yang dari tadi kupegang terus….. dalam posisi tidurnya yang pura-pura itu … kulihat Vivi tersenyum
lebih lebar dari sebelumnya tanda dirinya pun ikut senang menikmati eksibisi sensual yang membahagiakan….

EKSIBISIi VIVI ….

Tanpa kuduga …. baru sekitar 15 menit Daku beritirahat tidur-tiduran sambil memejamkan mata di sofa ruang tamu….
dari kamar tidurnya Vivi keluar dengan mengenakan handuk saja yang dililitkan ditubuhkan…. kulirik dari balik
mataku yang pura-pura terpejam…. Vivi menghampiri diriku di Sofa… daannnn… aaiiihhhh…. aku terkejut…..
saat Vivi membuka handuknya lalu dihampar di meja dan dia duduk di tepi meja tepat dihadapan wajahku …..

Di ruang tamu yang terang benderang … tentunya Daku dapat melihat jelas
seluruh Tubuh Vivi yang Aduhai Indahnya..
sepasang daging Payudara Vivi tampak kenyal montok
dengan puting susunya yang mencuat kencang kemerahan …..
Pinggangnya yang ramping …… serta kulit pahanya yang putih, halus sintal….

Setelah duduk begitu dekat didepan wajahku… tanpa ragu sedikit pun Vivi duduk mengangkang ….
kedua pahanya dibuka lebar-lebar dengan ujung kaki jarinya yang menjinjit … Vivi mulai memperlihatkan
Keindahan pangkal paha, daging Vagina dan kelentinya yangn mengkal merekah berwarna merah muda …
dengan posisi duduk mengangkang dekat wajahku… Vivi dengan atraktif membuka bibir Vaginaya… Oooohhh…
Kekagumanku semakin bertambah terhadp bagian Genital Vivi…. yang mempertontonkan kelembutan,
kelenturan, grunjulan daging bagian dalam Vagina Vivi….

syyeerrr… sekujur tubuhku mulai memanas…. tegang…..

Seolah sudah tahu kalau diri-Ku sedang menonton peragaan Vagina Vivi,,,, Dia pun lantas dengan lembut
mempermainkan bibir-bibir Vaginanya yang kadang di kuak lebar .. lalu digesek-gesekkan dengan kedua
tangannya …. aahhhh… ooohhh Vivi …. aku berdesah dalam hati…. menahan rangsangan yang luas biasa…
Dengan gerakan-gerakan yang sangat mesra dan erotis Vivi mengelus-elus dengan cepat ujung kelentitnya…
diselang-seling dengan gerakan-gerakan tangannya dilipatan pangkal pahanya … lalu … dia pun mengingal-ngigal
sambil menguak-kan Vaginanya lebar-lebar …. mmhhh……
ingin sekali rasanya Daku mengelus-elus Vagina Vivi yang merekah Indah itu…… aauuuhh…

Seolah tahu akan niatku itu, Vivi tanpa Ku duga meraih tangan kanan-Ku lalu …
telapak tangan kanan ku di elus-eluskannya secara lembut ke Daging Vaginanya …. sssyyyeeerrr….
Penis ku menegang tinggi ….. sehingga Vivi melihat dengan jelas dari sembulan sarung-Ku…
Dengan tersenyum manis Vivi lantas berdiri semakin dekat dengan wajah ku …
Dalam posisi berdiri mengangkan tangan kanan-Ku diselipkan … di jepit di antara kedua pahanya – tepat
di tempelkan di daging Vaginanya ….

Dengan posisi itu, Daku yang pura-pura tiduran di sofa… tetapi tangan kanan Ku di kepit Pangkal Paha Vivi…
yang berdiri di depanku …. tanpa bisa ku tebak .. Vivi melakukan surprise ….
seperti naik kuda-kudaan … Pangkal Paha Vivi … Vagina Vivi degesek-gesekkan di sepanjang
pergelangan tangan hingga ke lengan Ku mendekati pangkal lengan ….

Aaauuuwww… tubuh ku tanpa bisa dicegah ikut bergetar ….. Penis Ku pun kian Menegang
Sementara Vivi semakin Asyik masyuk menikmati gesekan-gesekan lembut pangkal Paga-Vaginanya ke
sepanjang lengan kananku…… Ssyyyeerrrr… Ssyyyeeerrr….. Ssyyyeerrr…. tiba-tiba dari vagina Vivi
keluar cairan agak kental yang hangat …….. Ooooooo…… Crreettt..Creeettt..Crreeettt.. dari ujung Penis Ku
keluar cairan sperma …..

Melihat Ujung penisku yang mengeluarkan Sperma dan membasahi sarung …. Vivi pun mengecup-ngecup
menyerup cairan yang membasahi sarung-Ku …. tindakan Vivi ini seolah hendak melakukan revanche
atas Diriku yang menciumi Celana Dalamnya yang basa…..

Oooo… usngguh-sungguh kejutan yang kudapat dari Vivi … Adik Iparku Tersayangng…

Setelah selesai mengecup-ngecup dan menyerup-nyerup sarungku yang basah oleh Sprema …
Vivi dengan lembut membersihkan sisa-sisa cairan Vaginanya yang masih membasahi legnanku….

Lagi-lagi Vivi membuat kejutan dengan… tiba-tiba dia menggesek-gesekkan Payudara dan Puting Susunya
kenyal dan kencang ke Bibir Ku…. Oooouuuwwww…. Viviii…..

Aaahh Gilanya Vivi mencium Bibir Ku bukan dengan Bibirnya tetapi dengan Vaginanya yang di oles-oles kan
ke Mulut Ku…. mmmhhhh…ooohhh Viviiii….
Harum Mewangin Nian Vagina Mu Viii…..

demikian Al kisah Awalku ber Eksibisi dan Ber-Eksibisionis dengan Vivi Adik Ipat-Ku tersayang….

Bandung Lautan Cinta

25/03/2009

Bandung Banjir Darah
Siangnya aku bersama Ambar dan Kiki pergi cari makan di luar soalnya kita jenuh di dalam rumah terus. Abis makan siang kita jalan-jalan ke Gramedia rencananya mo cari bacaan. Ngga’ taunya di sana kita ketemu sama temen Sammy yang dari jakarta namanya Novita, bersama suaminya sedang jalan2 di sana juga. ” Hai… ” sapaku pada Novita… karena aku ngga’ kenal suaminya, maka aku cuman senyum aja sedikit. ” Hai… lagi ngapain ? ” sapanya girang… terus kita ngobrol pendek dan dia cerita kalo suaminya besok lusa mo ke Korea terus ke Jepang… baliknya sekitar 10 hari kemudian. Dia lagi ogah ikut karena suaminya dalam rangka kerja dan dia juga ngga’ pengen pulang ke Jakarta, makanya dia mo gabung dengan kita semua.

Selesai dari Gramedia setelah kita dapat yang kita cari… langsung ke hotel tempat Novita dan suaminya nginep untuk kemasin barang dan Novita pindah ikut kita sedang suaminya langsung balik sendirian ke Jakarta dan sorenya dia langsung terbang ke Korea. Di rumah Ambar jadi makin rame karena di sana sekarang ketambahan 1 orang lagi mana cakep banget lagi… Novita itu orang tuanya campuran antara Cina dan Belanda… jadi tampangnya putih bersih ( kulit Asia ) tapi hidungnya mancung seperti bokapnya. Novita baru kawin dengan suaminya sekitar 2 bulan lalu jadi sekarang dia belum punya anak. Badannya sedang dan dadanya juga tidak terlalu besar… tapi cakepnya minta ampun… sepintas kadang seperti Paramitha Rusadi kadang agak beda… soalnya dia lebih mancung.

Kita sore itu kerjanya karaoke-an di ruang audio… dan seperti sebelumnya, kali ini juga sambil nge-SS… Novita sore itu pake daster Bali yang tipis warna putih… mana lengannya rada lebar… jadi ngga’ konsen nyanyi… terus aja ngelihat toketnya yang putih itu… sedang Kiki dari tadi duduk di karpet bersandar di antara kedua kakiku sambil nyandar di sofa. Ambar tiduran di karpet sambil merem. Sedang Oppie keponakannya sedang kedatangan temennya dan main di kamarnya sendiri. Novita sekarang kebagian nyanyi… nyanyinya lagu Indonesia dan Kiki yang nganggur dia mulai ngelus2 selangkanganku… aku kebetulan lagi pake celana pendek danlangsung aja dilorotin ama Kiki… terus dia meremas-remas sambil diisepnya. Novita dan Ambar ngga’ ngeliat yang dikerjakan Kiki karena asyik sendiri2… Ambar sambil tiduran sesekali dia bangun untuk ngisep SSnya… pas dia mo nawarin aku ngisep SS aku bilang ” Sudah nanti aja lagi aku sekarang sedang diisep ” kataku. ” Ki… kami narik dulu ini, biar gua gantiin ngisepnya ” kata Ambar pada Kiki dan Kikipun bangkit menerima bong dari Ambar dan duduk di sofa sambil megang bong…

Abis dua lagu Novita baru sadar kalo kita lagi seru dia sofa karena dia tadi nyanyinya sambil membelakangi kita2, dia menghadap TV deket sekali. Ditaruhnya mike di meja… lalu dia bilang ” Teh… pinjam mikenya yang itu donk… kaya’nya lebih enak dipake karaoke-an ” kata Novita pada Ambar. ” Yuk Nov… kita nyanyi duet yuk, mikenya joinan aja ” kata Ambar… yang dimaksud mike ngga’ lain adalah meriamku. Jadilah aku disep berduaan… ” Gede banget kepalanya ” komentar Novita, karena dia baru kali ini kenal meriamku… sebelumnya cuman kenal2 gitu aja dari Sammy. Waktu kenal dulu dia belum kawin… sudah 6 bulan lebih kali ngga ketemu sama Novita… waktu itu dia masih pacaran dan ketemunya juga di Kuta pas lagi main di pantai dan malemnya makan bareng di Jimbaran berempat sama cowocnya yang sekarang jadi suaminya bukan cowoc yang waktu itu.

Diisep berduaan ama cewec cakep2 gila aja… meriamku langsung teriak… MERDEKA BUNG…!!! ” Nov… kamu mo cobain ? ” tanya Ambar menawarkan. Yang ditanya cuman ngangguk aja. ” sana dech di kamarku aja biar ngga’ ngeganggu konsentrasi ” kata Ambar lagi dan kamipun langsung cabut ke kamar Ambar.
Di dalam kamar aku ngga’ nunggu lama lagi, aku rebahkan dia di ranjang dan aku peluk dia dalam dekapanku sambil aku ciumin pipi dan lehernya pelan2, sesekali aku usap rambutnya mesra sekali, Novitapun melakukan hal yang sama, sampe suatu ketika nafasnya mulai tidak teratur karena sekali dua aku remas dadanya dengan tangan kiriku, sedang tangan kananku masih tetap merangkulnya. Karena permainan sudah makin memanas maka aku rubah posisi dengan menindihnya terbalik, kepalaku ada di sela pahanya sambil isep selangkangannya aku ciumin keliling sekitar pangkal pahanya…. wuih bersih banget dech… kami berposisi 69 aku menindih Novita dan… meriamku amblas dikulumnya tapi ngga’ semuanya kira2 kepala lebih dikit… dan mulutnya seperti lagi makan bakso.
Merasa cukup dengan warming up, aku suruh Novita tengkurap di ranjang dan dia tunggingkan pantatnya lalu aku elus permukaan liangnya dengan jempolku lalu sejurus kemudian aku letakkan kepala meriamku di bibir liangnya yang menjanjikan itu… sejuta kehangatan telah terbayang di pelupuk mata… kenikmatan telah menanti… tanpa tunggu terlalu lama aku mulai tekan supaya bisa segera memulai permainan… ” Aaaaaach… ” Desah Novita begitu meriamku amblas dalam vaginanya. Permainan dengan doggy style berlangsung cukup mengasyikkan sampe tiba2 aku dikagetkan dengan masuknya Kiki sambil membawa camera digitalku dan mengabadikan foto kami yang sedang main anjing2an. ” Kiki… norak ach… masa orang lagi asyik diganggu ” hardikku… karena merasa terganggu. ” Sorry dech… ” katanya sambil ngeloyor keluar kamar. Dan akupun meneruskan permainan yang belum tuntas tadi… sampe akhirnya kami terkulai lemas penuh nikmat.

Aku keluar kamar sambil membawa digital cameraku yang ditinggal Kiki di dekat meja rias sekalian dengan note bookku… lalu aku bawa ke kamar Oppie… di sana ada computer lengkap dengan modemnya. Aku keluarkan peralatannya dan aku transfer file dari digital camera ke note bookku lalu aku save dan aku pasang kabel untuk connect dari note bookku ke computer oppie… lalu aku pindahkan file hasil foto tadi dan juga beberapa hasil fotoku saat memotret Kiki waktu di rumah Sammy di Jakarta ( ada di part 8 tentang Perawan Metropolitan ). Jadi semua foto aku save dalam hard disk Oppie. Kemudian aku transfer semua JPG file tersebut pada Sammy di Surabaya via E-mail dan aku juga sempatkan buat cerita part 8 dan part 9. Sedang cerita ini aku buat kemudian. Lalu aku pasang fotoku hasil jepretan Kiki ( saat aku nindih Novita tadi ) pada wallpaper Oppie. Kemudian aku matikan computer dan aku keluar kamar. Saat keluar kamar aku ketemu Oppie dengan temannya dan aku sempat dikenalkan, namanya Suzan anaknya putih cakep lagi… juga masih seusia Oppie. ” Pie… tadi Oom pinjem computer kamu untuk kirim E-mail. ” kataku pada Oppie, soalnya dia rada bingung ngelihat aku keluar dari kamarnya.

Malam harinya saat abis makan malem bertiga dengan Oppie dan Suzan ( karena ternyata Kiki dan Ambar asyik tripping di ruang audio dan ngga’ mau ikut makan ) aku duduk di teras belakang menghadap ke kolam ikan. Tiba2 aku dikejutkan oleh suara Oppie yang langsung duduk di pangkuanku dan dia bilang dengan wajah serius ” Oom ternyata Oom ini Jossy yang ada di Samzara itu ya ” tanyanya hati2. ” Kok kamu tanya gitu ? ” tanyaku ingin tau dari mana dia bisa bilang gitu. ” Tadi Oppie bongkar E-mail yang Oom buat dan Oppie juga sempat kaget waktu ngidupin computer ada gambar Oom sama tante Novita, emang sich wajah Oom ngga’ kelihatan tapi Oppie tau itu Oom karena fotonya di kamar tante Ambar khan ? ” kata Oppie yang membuatku rada kaget dengan analisanya dan juga bersyukur… dia udah baca ceritaku dan tau apa hobbyku dsb. ” Kok kamu tau semua ? ” selidikku lagi.
” Jelas donk Oom, soal foto itu Oppie tau dari warna sprei dan sarung bantalnya, kalo soal Samzara itu Oppie baca ceritanya di E-mail Oom tadi dan juga tujuan E-mailnya ke Samzara ” jawab Oppie tegas tanpa tedeng aling2 lagi.
” Terus apa mau kamu setelah tau semuanya ” tanyaku setengah nantang. ” Oom Oppie pengen kayak Oom sama tante Nov… sekalian tadi Suzan juga bilang kalo dia kepengen… soalnya dia itu baru tau kalo Oom itu Jossy yang sering dibacanya ” Oh… rupanya Oppie dan Suzan ini fansku juga… lumayan itung2 jumpa fans…. he… he… he..
” Oom kami semua temen main pada demen baca cerita di Samzara soalnya ceritanya banyak yang bersambung dan ngga’ repot nyarinya… kalo di tempat lain khan susah nyari sambungannya dan sering malah ngga’ ada sambungannya. ” kata Oppie lagi… [ ini aku tulis bukan untuk promosi, soalnya kalian pembaca juga ngakuin khan ].
” Kamu bilang tadi semua temen berarti bukan cuma kalian berdua, masih ada lagi tho ? ” tanyaku bingung. ” Iya masih ada temen2 yang lain, nanti kalo tau Oom ada di sini mereka pasti pengen kenal ” kata Oppie bersemangat.
Akhirnya Suzan yang tadi nonton TV ikut gabung di teras balakang… dan kamipun ngobrol kanan kiri… sampe pada saatnya perut sudah agak mendingan ngga’ terlalu kenyang… Oppie ngajak masuk ke kamarnya katanya ada film VCD dia baru pinjem dari temennya. Lalu kita bertiga masuk ke kamar Oppie dan nonton VCD dari computernya tapi kali ini ngga’ masuk monitor tapi disambung dengan kabel ke TV 29 inch… jadi gambarnya lebih jelas.

Dari nonton VCD BF sampe akhirnya kita bertiga bener2 jadi pelaku BF ( pada main ) berlangsung cepat dan ngga’ jelas siapa yang mulai, entah karena mereka terobsesi oleh ceritaku atau karena terbawa suasana… yang jelas malam itu aku dapet perawannya Oppie dan juga perawannya Suzan… mereka merelakan kegadisannya untuk Sang Idola. Hal ini baru aku rasakan… baru bintang cerita porno saja punya fans kaya’ gini… dan aku ngga’ bisa bayangin kalo jadi bintang film yang top seperti… pasti makin dapet perawan banyak donk… ???
[ Maaf aku ngga’ cerita detail permainan dengan dua gadisku ini dengan alasan kasihan dan juga takut rahasia terbongkar karena pasti nanti banyak fans yang baca dan kenal pada pelaku jadi sebaiknya garis besarnya aja ].
Abis cuci… aku masuk ke ruang audio dengan wajah ceria karena abis makan 2 perawan, sedang mereka aku tinggal dengan tidur kelelahan karena habis terbantai.
Di ruang audio aku lihat Ambar sedang mengganti CD dan Kiki sedang ngelap keringatnya karena sepertinya mereka tripping terus dari tadi dan kaya’nya mereka sedang ON kenceng. Akupun langsung bernyanyi lagu tanpa musik dan tanpa teks… lagunya Gombloh almarhum… ” Rawe2 rantas… Prawan2 tuntas… denganku… ” lalu aku ambil rokok dan menyalakannya lalu melanjutkan dengan… ” Merah darahmu… putih spermaku… bersatu dalam semangatmu… gebyar2… bermain…. cinta…. ” sampe di situ aku berhenti dan Kiki lantas komentar ” Abis makan bini orang aja nyanyinya gitu “.
Dia kira aku gembira habis main dengan Novita, soalnya dari tadi Novita ngga’ balik ke ruang audio dan langsung tidur kelelahan dan juga mereka ngga’ tau kalo aku abis main sama Oppie dan Suzan. Akupun duduk di sofa sambil agak nge-gelosor… maklum lemes… dan capek banget….

Malam itu aku tidur di ruang audio bersama Kiki dan Ambar… dan Ambar masih sempat ngajak main tengah malem sekitar jam 3 dia bangunin aku dan minta jatah… abis bermain satu ronde aku dan Ambar tidur dan kami terbangun jam 9 pagi…